Sukses

NASA Luncurkan Satelit Pengamat Bawah Laut

Efek rumah kaca dan kerusakan lingkungan bukan hanya terjadi di daratan. Lautan yang menjadi wilayah terbesar di muka bumi ternyata juga butuh perhatian. NASA akhirnya meluncurkan sebuah satelit pengamat bawah laut.

Liputan6.com, Washington DC: Efek rumah kaca dan kerusakan lingkungan bukan hanya terjadi di daratan. Lautan yang menjadi wilayah terbesar di muka bumi ternyata juga butuh perhatian. NASA akhirnya berencana mempelajari interaksi antara sirkulasi laut, siklus air, iklim, dan mengukur salinitas permukaan laut dengan meluncurkan sebuah satelit. Kantor Berita Xinhua mewartakan, Rabu (18/5), satelit pengamat bawah laut Aquarius internasional/SAC-D observatorium akan diluncurkan pada 9 Juni mendatang.

Aquarius akan menjadi instrumen utamanya. Observatorium membawa tujuh instrumen lain yang akan mengumpulkan data lingkungan untuk berbagai aplikasi, termasuk studi tentang bahaya alam, kualitas udara, proses tanah, dan epidemiologi. Satelit itu akan membuat observasi antariksa pertama NASA konsentrasi garam terlarut pada permukaan laut. Aquarius pengamatan akan mengungkapkan bagaimana pengaruh variasi salinitas sirkulasi laut, menelusuri jalur air tawar sekitar planet bumi.

Aquarius juga akan mengukur salinitas dengan merasakan emisi microwave dari permukaan air dengan alat radiometer. Emisi ini dapat digunakan untuk menunjukkan kadar air asin di permukaan, setelah memperhitungkan faktor-faktor lingkungan lainnya. Tingkat Salinitas di laut terbuka bervariasi hanya sekitar lima bagian per seribu dan perubahan kecil yang sangat penting. Aquarius juga menggunakan teknologi canggih untuk mendeteksi perubahan salinitas sekecil sekitar dua bagian per 10 ribu, setara dengan seperdelapan sendok teh garam dalam satu galon air.

Aquarius akan memetakan seluruh samudra setiap tujuh hari untuk setidaknya tiga tahun dari 408 mil (657 kilometer) di atas bumi. Dengan pengukuran akan menghasilkan perkiraan bulanan salinitas permukaan laut dengan resolusi spasial 93 mil (150 kilometer). Data tersebut juga akan mengungkapkan bagaimana perubahan salinitas dari waktu ke waktu dan dari satu bagian laut yang lain.

Misi ini merupakan kerjasama antara badan antariksa NASA dan Argentina. Selain itu, beberapa negara seperti Brasil, Kanada, Prancis, dan Italia juga ikut berpartisipasi dalam keberhasilan proyek itu.(Xinhua/ULF)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini