Sukses

Teka-teki Di Balik Lepasnya Satelit Indosat ke BRI

Nampaknya pihak Indosat mengharap adanya transparansi, mengapa slot orbit ditarik dan diberikan pada BRI.

Liputan6.com, Jakarta - Masih tersisa beberapa pertanyaan di belakang layar terkait dengan keputusan Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk memiliki dan menjalankan operasi satelit BRIsat yang penandatangannya diumumkan kepada khalayak pada tanggal 28 April 2014 lalu.

Liputan6.com mencoba menelusuri ke dalam awan gelap proses keputusan strategis tersebut dan untuk mendapatkan penjelasan yang lebih lengkap.

Kami mencoba menghubungi beberapa pihak dalam bidang telematika, salah satunya Heru Sutadi -- Executive Director di Indonesia ICT Institute yang pernah menjadi Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

Berikut ini kutipan dari wawancara daring (online) dengan beliau pada hari Jumat, 2 Mei 2014 lalu: 

---

Liputan6.com: Sebetulnya apa alasan pemerintah RI melepaskan Indosat dari urusan satelit di Indonesia? Apakah karena adanya gelagat kepentingan asing yang ingin memanfaatkan orbital slot Indonesia melalui Indosat?

Heru Sutadi (HS): Kalau kita lihat, di tahun 2007 pemerintah RI hampir kehilangan slot orbit 150,5 BT, tapi setelah diperjuangkan didapatkan kembali. Memang slot orbit ini akan dipakai Indosat, tapi Indosat sendiri kemudian menggunakannya sebagai transit Palapa-C nya yang masa edarnya sudah habis juga.

Tapi setelah lama dinanti, Indosat tidak juga kunjung meluncurkan satelit sampai kemudian pemerintah memutuskan untuk menarik slot orbit karena ada pihak lain, BRI yang berminat. Jadilah kemudan slot ini ditarik.

Meski baru ditarik sekitar Maret, ternyata beredar kabar bahwa dokumen penarikan sudah dilakukan Agustus 2013 di kantor Menko Polhukam. Salah satu concern-nya adalah perlunya satelit untuk pertahanan keamanan nasional. Seperti diketahui, di akhir 2013 kan juga sempat ramai soal penyadapan satelit Palapa.


Liputan6.com: Apakah keputusan pemerintah Indonesia ini menimbulkan kegerahan di antara pemegang saham Indosat? Apakah ada hal-hal tidak sensitive yang bisa diceritakan?

HS: Kalau yang saya ikuti sih, nampaknya pihak Indosat mengharap adanya transparansi, mengapa slot orbit ditarik dan diberikan pada BRI. Meskipun secara finansial nampaknya berat juga bagi Indosat meluncurkan satelit, kecuali dengan sistem condosat, yaitu ketika satu satelit dibangun dan diluncurkan bersama-sama beberapa operator.


Liputan6.com: Sebetulnya seberapa jauh kesiapan BRI menjadi pemain di bidang satelit? Misalnya dari sisi regulasi, sumber daya manusia, perencanaan bisnis.

HS: Agak membingungkan apakah BRI siap atau tidak. Di satu sisi mereka sudah (menandatangani) MoU untuk membangun satelit, dan meluncurkannya pakai Arianspace. Namun, persoalan utamanya adalah bagaimana roadmap BRI secara lengkap: membangun, meluncurkan, mengelola, mengoperasionalkan dan memelihara satelit tersebut nantinya, itu yang belum terjawab.

Seperti diketahui, satelit kan teknologi high end, dan memerlukan training lama. Nah, BRI yang mempunyai bisnis inti dalam bidang perbankan tentu akan kesulitan juga: dimana stasiun bumi mereka akan dibangun, bagaimana kesiapan SDM-nya.

Agak terburu-buru saja jika mereka sudah sampai tahap membeli dan MoU untuk meluncurkan, padahal mengenai kapasitas dan jenis band kan mereka juga baru, jangan-jangan transpondernya terlalu berlebih, dan band yang dibuat nanti tidak kebutuhan.

Sebab, seperti disampaikan Dirut BRI, ijin mereka adalah Telekomunikasi Khusus, yang hanya bisa dipakai internal BRI saja. Jadi mereka tidak bisa menyewakan kepada pihak lain, kecuali mengurus ijin penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.


Liputan6.com: Menurut Anda apakah Indosat berencana memakai orbital slot lain yang menjadi jatah Indonesia di ITU?

HS: Di ITU (International Telecommunications Union) kan tidak sembarangan kita menggunakan slot orbit. Dan tidak banyak slot orbit yang saat ini kita kuasai. Jadi kalau ada slot orbit yang akan kita ajukan, harus memasukkan notifikasi dulu. Dan sistemnya antrian.

Maksudnya, jika ada negara lain yang sudah mengajukan, maka negara lain yang dapat kesempatan meluncurkansatelit itu lebih dulu. Kalau negara lain itu gagal, diberi waktu 2 tahun oleh ITU, maka negara berikutnya baru naik statusnya untuk dikasih waktu meluncurkan satelit dalam waktu 2 tahun.

---

Demikian wawancara khusus Liputan6.com dengan Heru Sutadi. Sebagai catatan, Liputan6.com juga sudah mencoba menghubungi pihak Indosat terkait dengan perkembangan ini, namun belum mendapat respons hingga wawancara ini ditayangkan.


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini