Sukses

Berantas Software Bajakan, Microsoft Pilih Main Halus

Microsoft Indonesialebih memilih pendekatan berbentuk sosialisasi dan edukasi pada masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Microsoft Indonesia bersama Polda Metro Jaya telah berkomitmen untuk saling bahu-membahu dalam memerangi peredaran dan penggunaan software bajakan. Komitmen kedua belah pihak ditandai dengan penandatanganan MoU kerjasama yang berlangsung hari ini, Rabu (17/12/2014).

Proses penanggulangan peredaran dan penggunaan software bajakan ini berpayung hukum UU Hak Cipta No. 28 tahun 2014 yang baru saja disahkan pada 16 Oktober 2014 kemarin.

Menurut keterangan AKBP Ruddi Setiawan selaku Kasubdit Inbag Polda Metro Jaya, UU Hak Cipta No. 28 bersifat atau bekerja atas dasar 'delik aduan'. Ini artinya, pihak berwenang (kepolisian) akan menindak pelaku penyebar software bajakan jika mendapat pengaduan resmi dari pihak (perusahaan) pemilik lisensi software.

Dalam hal ini Microsoft selaku produsen software memiliki wewenang untuk melakukan razia atu sweeping terhadap penjual maupun pengguna software bajakan untuk diadukan dan segera ditindak oleh pihak berwajib.

Namun begitu, Director of Corporate Affairs Microsoft Indonesia, Ruben I Hattari menyatakan bahwa Microsoft akan melakukan pendekatan yang lebih halus dalam memerangi peredaran software bajakan. Ruben menjelaskan pihaknya lebih memilih untuk mengedukasi pengguna agar dapat menyadari bahaya dari penggunaan software palsu.

"Pendekatan kami tidak akan berbentuk razia, pelaporan, atau tindakan agresif lainnya. Memang UU yang digunakan delik aduan, tapi kami (Microsoft Indonesia) akan lebih memilih pendekatan berbentuk sosialisasi dan edukasi pada masyarakat," papar Ruben.

Kebijakan tersebut, diungkapkan oleh Ruben, sudah dilakukan sejak lama oleh Microsoft. Ia mengatakan bahwa di sepanjang tahun 2014 ini Microsoft sama sekali belum pernah melakukan pelaporan kepada pihak berwajib terkait masalah peredaran dan penggunaan software bajakan.

Tingkat penggunaan software bajakan di Indonesia sendiri sudah cukup memperihatinkan, diperkirakan mencapai 86%. Yang menjadi masalah utama, menurut hasil penelitian International Data Center (IDC) dan National University of Singapore (NUS), biaya recovery atas masalah yang disebabkan oleh penggunaan software bajakan sangatlah besar.

Di tahun 2014 saja, perusahaan-perusahaan di Asia Pasifik, termasuk Indonesia telah menghabiskan biaya mencapai US$ 230 miliar (sekitar Rp 2.600 triliun) untuk menyelesaikan berbagai masalah keamanan yang disebabkan oleh penggunaan software palsu. (dhi/isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.