Sukses

Gerakan Anti-Teknologi Muncul Tahun Depan?

Tren anti-teknologi ini dinamakan Neo-Luddite atau gerakan Neo-Luddism.

Liputan6.com, London - Memasuki era 2000-an, perkembangan dunia teknologi begitu pesat. Bahkan terlampau pesat. Anda setuju?

Sekelompok orang mungkin akan setuju jika dinyatakan bahwa perkembangan industri dan invoasi di sektor teknologi terlalu cepat dan malampui batas seharusnya. Kondisi ini bagi sebagian orang akan menyulut permasalahan baru yang membuat kondisi dunia menjadi semakin buruk.

Hasil survei Hotwire, agensi komunikasi asal London, Inggris, menemukan bahwa ada sejumlah orang (kelompok yang cukup besar) yang mendambakan kehidupan lebih sederhana. Mereka beranggapan bahwa meminimalisir penggunaan teknologi akan berdampak pada meningkatnya kualitas kehidupan.

Survei yang dikemas dalam sebuah laporan bertajuk 'Digital Trends Report' ini berkesimpulan bahwa gerakan anti-teknologi akan mulai muncul di tahun 2015 mendatang. Tren ini dinamakan Neo-Luddite atau gerakan Neo-Luddism.

Neo-Luddite sendiri adalah filosofi hidup menentang berbagai bentuk teknologi modern. Gerakan Neo-Luddism juga melawan gaya hidup konsumerisme dan mencegah terjadinya ketergantungan manusia terhadap teknologi, atau yang kerap disebut sebagai 'Computer Age' (Zaman Komputer).

Konsep dasar Neo-Luddite adalah pola pikir bahwa teknologi dapat berbahaya bagi individu, masyarakat dan lingkungan. Bahkan Neo-Luddite ekstrim memiliki anggapan bahwa teknologi bisa saja mengusai dunia dan manusia di masa depan, persis seperti yang digambarkan oleh film-film bergenre sci-fi.

"Saat ini memang masih banyak pengguna awal yang mendambakan perangkat wearable atau iPhone tercanggih, tapi di sisi lain ada sekelompok orang yang sedang berusaha untuk melepaskan diri dari teknologi," tulis laporan Digital Trends Reports seperti yang dikutip dari laman Huffington Post.

Lebih lanjut dijelaskan, hasil survei menunjukkan bahwa kini mulai terjadi penurunan dalam hal akses media sosial dan penurunan frekuensi pembelian gadget. 

Di Inggris, penurunan akses media sosial bahkan mencapai 56% per tahun. Hal ini disebutkan juga terjadi di Amerika Serikat, Tiongkok dan Jepang.

(dhi/dew)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini