Sukses

Jadi CEO Twitter (Lagi), Kemampuan Jack Dorsey Diragukan

Jack Dorsey, CEO sementara Twitter, dikabarkan punya banyak `kasus` selama ia sempat menjabat masa awalnya jadi CEO di 2008

Liputan6.com, Jakarta - Nama Jack Dorsey kembali menyeruak ke khalayak publik. Ya, sosok pendiri Twitter ini rupanya kembali menjadi CEO Interim (sementara) jejaring sosial microblogging berlogo burung biru itu sejak Dick Costolo meninggalkan jabatannya secara resmi hari ini, Jumat (12/6/2015).

Seperti yang sudah diketahui, Dorsey memang pernah menjabat CEO Twitter sebelum Costolo mengambil alih posisi tersebut.

Kembalinya Dorsey ke tahta pimpinan Twitter pun mengundang beragam spekulasi dari pengamat jejaring sosial dan juga netizen. Sebab, sebagaimana yang dikutip dari laman Business Insider, sosok Dorsey memiliki masa lalu yang terbilang cukup `kelam` selama sepak terjangnya mempimpin jejaring sosial burung biru ini.

Ketika memulai karirnya di era tahun 2000an, Dorsey mencoba untuk menggagas cikal bakal Twitter. Di secarik kertas, ia mencoba merancang sebuah situs microblogging bernama Stat.us, pada saat itulah ia merintis pekerjaannya merangkap sebagai seorang engineer.

Ia bergabung dengan rekannya Evan William dan sebuah startup podcast Biz Stone yang bernama Odeo. Namun, sayangnya mekanisme kerjanya terpecah. Akhirnya, pada tahun 2007, Dorsey pun ditunjuk menjadi CEO. Pada saat itu, ia baru berumur 30 tahun.

Awalnya, dibawah kendali Dorsey, Twitter tidak berada di situasi yang stabil. Memang Twitter sempat menjadi sorotan Netizen saat itu. Namun, perkembangannya di sisi produk dan manajemen tim terbilang berantakan.

>>> Selanjutnya

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mudah kehilangan fokus

"Jack itu benar-benar "gila", pintar dan product visionary," salah satu rekan Dorsey yang berkomentar mengenai dirinya. "Tapi sayangnya Jack belum siap jadi CEO pada saat itu."

Kenyataannya, Dorsey memang berjuang dengan `transisi` instannya dari seorang engineer menjadi seorang pemimpin. Saat itu, ia dinilai tidak mampu memimpin tim dengan baik, para karyawannya pun tidak merasa puas bekerjasama dengannya.

"Peran Jack memang sangat berpengaruh bagi orang-orang di sekitarnya, namun sayangnya dia bukan tipikal orang yang operational, tidak terlalu efektif berposisi pemimpin." ungkap salah seorang rekannya lagi.

Selain dari cara Dorsey memboyong timnya, bukti lain dari yang datang adalah efektivitas penggunaan Twitter yang pada saat itu yang belum berfungsi secara baik.

Twitter sering crash, dan sering menunjukkan gambar ikan paus (tanda overload) yang tentunya kerap ditemui para pengguna saat itu. Bahkan, ketika masa Dorsey menjadi CEO, Twitter sempat crash selama enam hari berturut-turut.

"Jack itu pintar, tapi dia bukan seorang pemimpin. Dia bisa menggunakan kemampuannya untuk `menginspirasi` investor daripada menginspirasi karyawannya." ungkap salah seorang rekannya lagi yang terkait testimoninya terhadap Dorsey.

Bahkan, Dorsey juga dikatakan mudah kehilangan fokus. Pada saat menjabat CEO, Dorsey sering pulang lebih awal untuk mengambil kursus malam. Dia juga sering pulang duluan untuk kursus seni dan kelas yoga. Kegiatan `ekstrakulikuler` inilah yang kerap membuat Dorsey terganggu dan tidak fokus tehadap pekerjaanya.

Akhirnya, pada 2008, di tengah perjuangannya membawa Twitter menjadi situs jejaring sosial terdepan, Dorsey memilih untuk berhenti menjadi CEO. Posisinya, pada saat itu diganti oleh rekannya Evan Williams.

(jek/dhi)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.