Sukses

Generasi Lebih Tua Aktif di Facebook ketimbang di Twitter

Ternyata, menurut studi terbaru, generasi yang lebih tua lebih sering aktif di Facebook, sedangkan generai muda lebih aktif di Twitter.

Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan studi yang melibatkan ratusan mahasiswa dan ratusan anggota masyarakat Amerika Serikat (AS), justru generasi yang lebih tua adalah pihak yang lebih aktif di Facebook. Namun hasil berbeda ditunjukkan oleh pengguna Twitter.

Pertama, Shaun Davenport dan rekan-rekannya menemukan bahwa mahasiswa (rata-rata berusia 20 tahun) yang menunjukkan narsisme lebih tinggi (diukur dengan Personality Inventory Narcissistic), lebih tidak suka untuk memperbarui status Facebook. Namun mereka cenderung memiliki lebih banyak teman di Facebook.

Sebaliknya, di kalangan masyarakat umum yang direkrut secara online (rata-rata berusia 32 tahun) dengan narsisme lebih tinggi, lebih banyak menggunakan Facebook, baik dalam hal jumlah pembaruan maupun teman. Para peneliti berspekulasi bahwa bagi generasi muda yang tumbuh dengan Facebook, menggunakan jejaring sosial adalah sebuah praktik umum, terlepas dari tipe kepribadian seseorang.

Lalu untuk generasi yang lebih tua, yang tidak tumbuh dengan Facebook (rentang usia untuk sampel publik 18-75 tahun), Davenport dan timnya mengungkapkan, pembaruan status di Facebook bukan bagian dari norma-norma sosial mereka dan mungkin bukan didorong oleh motif narsis. Sehingga mereka bisa dikatakan lebih aktif di jejaring sosial terbesar dunia tersebut.

Lantas bagaimana dengan Twitter? Ternyata hasilnya berbeda dengan Facebook. Analisis menunjukkan bahwa untuk mahasiswa, narsisme yang lebih tinggi dikaitkan dengan penggunaan Twitter yang lebih aktif. Selain itu, narsisme yang lebih tinggi dikaitkan dengan motif mahasiswa untuk menggunakan situs micro-blogging ini. Mahasiswa yang lebih narsis cenderung mengatakan, mereka mem-posting pembaruan untuk menarik pengikut (followers) baru dan mendapatkan kekaguman di Twitter.

Selanjutnya, terdapat sebuah hubungan antara narsisme mahasiswa dan motif untuk menggunakan Facebook, tetapi hubungan ini lebih lemah daripada Twitter. "Pola hasil menunjukkan bahwa para mahasiswa narsis lebih memilih Twitter daripada Facebook dan narsisme memprediksi alasan atas penggunaan, serta penggunaan aktif," kata para peneliti.



Mereka menambahkan, Twitter mungkin memiliki sejumlah fitur yang sangat menarik bagi mereka yang narsis, termasuk fakta bahwa hubungan di Twitter tidak memerlukan timbal balik. Pasalnya, orang dapat mengikuti Anda di Twitter, tanpa Anda harus mengikuti mereka.

Untuk masyarakat umum, narsisme yang lebih tinggi juga terkait dengan penggunaan Twitter yang lebih aktif, bahkan lebih dari penggunaan Facebook. Namun, untuk sampel ini, menghubungkan antara narsisme dan motif untuk menggunakan Twitter, lebih lemah daripada hubungan antara narsisme dan motif untuk menggunakan Facebook.

Keunggulan penelitian ini adalah penggunaan dua sampel besar yang meliputi kelompok usia yang berbeda. Sementara kelemahannya adalah desainnya bersifat korelasional, yang berarti kita tidak bisa tahu pasti apakah salah satu faktor (katakanlah, narsisme) benar-benar memengaruhi faktor kedua (misalnya pembaruan Twitter yang lebih banyak). Sebab, mungkin saja hubungan ini bekerja secara terbalik atau mungkin juga ada beberapa faktor lain yang turut berpengaruh.

"Kami setuju dengan peneliti lain yang telah menyerukan penggunaan desain eksperimental yang lebih besar," kata Davenport dan timnya.

(why/din)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.