Sukses

Telkom Siap Bisnis OTT

Ada yang melihat sebagai ancaman, namun beberapa menganggap sebagai peluang dan sebagian besar pasrah melihat serbuan OTT.

Liputan6.com, Jakarta Dalam diskusi terbatas Tentang OTT yang dihadiri oleh Dirjen PPI, komisioner BRTI, Mastel dan Kominfo pada Rabu 10 Februari kemarin, Dian Rachmawan Direktur Consumer Service PT. TELKOM, Tbk memaparkan serbuan OTT players yang menggerus revenue operator Telekomunikasi (Telco) di dunia akan semakin intens. Namun seharusnya Telco dengan
mengandalkan keunggulan infrastruktur, sumber daya manusia dan finansial yang masih dimilikinya mempunyai peluang untuk mengambil peluang yang sama di bisnis OTT.

Fenomena OTT yang menjalankan layanannya sebagian besar layanan gratis dengan menumpang (over the top) pipa bandwidth milik Telco, disikapi berbeda- beda oleh para Telco. Ada yang melihat sebagai ancaman (pessimists), beberapa
menganggap sebagai peluang (optimists) dan sebagian besar pasrah (realist) melihat serbuan OTT. Lingkup OTT tidak hanya yang seperti OTT Video yang diributkan seperti Netflix saja, "ada empat area OTT yang bersinggungan dengan Telco" imbuh Dian.

OTT Voice dan OTT Messaging/Social Media seperti Skype, whatsapp, LINE, Viber, KakaoTalk, GoogleTalk, Wechat, Telegram contohnya, sudah lama menggerus pendapatan legacy voice dan sms operator mobile. Sedangkan dua OTT berikutnya yaitu OTT Content/Video dan OTT Cloud Computing diyakini akan menjadi OTT dengan pertumbuhan tertinggi dalam waktu dekat. TELKOM sedang bertransformasi untuk menangkap peluang bisnis baru tersebut. TELKOM pada saatnya tidak akan lagi disebut Telco, tapi Digital Company (Dico).

OTT menjadi booming pada suatu negara ketika negara tersebut telah memiliki penetrasi broadband coverage yang luas dengan akses kecepatan yang memadai sekurang -kurangnya 10mbps. Seperti diketahui satu tahun terakhir ini Indonesia khususnya TELKOM menggelar secara massive pembangunan broadband melalui Indihome Fiber dan 4G mobile.

Salah satu raksasa OTT Content/ Video, Netflix, sudah diblok oleh TELKOM sejak 27 Januari lalu. Dian mengatakan Netflix sepertinya tidak memahami Indonesia dengan benar. Arogansi dan sikap meremehkan menjadi boomerang bagi kelangsungan bisnis mereka di Indonesia. "Sangat naïf mereka berpartner dengan Telco lokal ketika masuk negara lain, namun  datang tanpa melihat kami di Indonesia", tegas Dian.

Pemain global OTT content/video khususnya untuk layanan Video berbayar, sangat membutuhkan kerjasama bisnis dengan Telco lokal terutama dalam mekanisme billing ke pelanggan. Dian melihat populasi pemilik kartu kredit dan penggunaan moda
kartu kredit untuk pembelanjaan Online di Indonesia masih relatif sangat kecil. Disamping itu pemain OTT membutuhkan kerjasama penempatan content di platform CDN milik Telco lokal untuk kualitas layanannya dan pengaturan sensorship
content yang tidak diperkenankan. "Beberapa pemain OTT content/video sedang melakukan negosiasi final dengan kami, mereka malah lebih layak dijual dan diterima pasar ketimbang Netflix", imbuh Dian. Melalui moda Tripleplay, video OTT bisa dinikmati dengan kualitas prima, harga terjangkau dan tanpa memakan bandwidth internet pelanggan.

Di akhir diskusi, Dian Rachmawan juga menyatakan terima kasih ke publik, Mastel, Regulator BRTI dan Kominfo yang
mempunyai kesatuan pandangan bahwa Negara dan bangsa harus berdaulat atas pendayagunaan Internet untuk kepentingan Negara yang meliputi seluruh aspek IPOLEKSOSBUD dan HANKAM. Sebagian besar pemain OTT bermarkas di Amerika, kita
tentunya tidak bisa meniru secara extrim seperti China yang tidak mengijinkan Facebook, Google, Amazon, PayPal, dan mengganti dengan QQ, Baidu, Alibaba, Alipay, namun paling tidak, ada pendekatan jalan tengah yang juga memberdayakan pemain-pemain OTT lokal untuk kedaulatan NKRI.

(Adv)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini