Sukses

Jaga Privasi, Microsoft Tegaskan Tak Akan Buka Data Konsumen

Meski sedang marak konflik antara pemerintah dan penyedia layanan, Microsoft menegaskan tak akan memberikan data konsumen kepada pemerintah.

Liputan6.com, Singapura - Microsoft mengukuhkan komitmennya dalam menghadirkan layanan penyimpanan cloud yang aman.

President Microsoft Asia Pasific, Cesar Cernuda mengatakan sebagai perusahaan komputasi terkemuka, Microsoft memiliki misi untuk memberdayakan semua orang dan organisasi untuk mendapatkan pencapaian terbaik.

Cloud, kata dia, merupakan ruang penyimpanan data yang bersifat fleksibel, produktif, dan cerdas.

Untuk membuktikan komitmennya, beberapa waktu ini Microsoft telah mendirikan Microsoft Transparency Center di Brussel pada Juni 2015. Selain itu, Microsoft juga bermitra dengan Interpol untuk menangkis serangan malware global yang menyerang lebih dari 770.000 PC dalam enam bulan terakhir.

Microsoft juga membuktikan komitmennya terhadap keamanan cloud dengan mengakuisisi Adallom pada September 2015. Adallom adalah sebuah perusahaan inovator dalam keamanan cloud security yang berupaya melindungi pengguna cloud. 

Selain itu, Microsoft mendapatkan sertifikasi untuk Office 365 dan Microsoft Azure dalam bidang keamanan cloud pada 2015. Pada tahun yang sama, perusahaan besutan Bill Gates ini menjadi perusahaan pertama yang mendapatkan privacy standard untuk aplikasi cloud-nya.

Director Government Affairs Microsoft Asia Pasific Jeffrey Avina menyebut, keamanan data pengguna adalah prioritas utama Microsoft.

"Kami memiliki komitmen atas keamanan data konsumen. Meski begitu, ada law enforcement yang berlaku sesuai yuridiksi," kata di Kantor Microsoft Singapura, Selasa (7/6/2016).

Lebih lanjut, Regional Director, IP & Digital Crimes Unit Microsoft Asia Keshav Dhakad menambahkan, privasi menjadi isu penting bagi Microsoft.

"Apa yang tidak kami lakukan, adalah memberikan data konsumen ke pemerintah seperti kasus yang kini sedang marak terjadi," katanya. Selain itu, ia memastikan Microsoft tak memberikan enkripsi data konsumen ke pemerintah untuk dibuka.

"Tidak ada permintaan yang dikabulkan tanpa adanya proses yang benar. Kami akan mencari justifikasi, apakah ada dalam situasi emergensi atau tidak. Biasanya, kami menolak permintaan pemerintah, sebab data ini milik konsumen bukan Microsoft," ujarnya.

Meski begitu, Microsoft memahami adanya law enforcement dalam situasi emergensi. Misalnya pada kasus penembakan Charlie Hebdo di Prancis dan serangan di Brussels, Microsoft memberikan bantuan sesuai kebutuhan kepada pemerintah.

Prinsipnya, seperti Apple, Microsoft tidak memberikan backdoor layanannya kepada pemerintah karena akan menimbulkan risiko keamanan data.

(Tin/Cas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini