Sukses

4 dari 5 Merek Termahal Dunia Berasal dari Perusahaan Teknologi

Empat dari lima merek paling mahal di dunia adalah perusahaan teknologi, apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Empat dari lima merek termahal di dunia pada 2016 berasal dari perusahaan teknologi. Hal ini diketahui berdasarkan hasil survei yang dilakukan BrandZ dan agensi riset Millward Brown pada 2016.

Dilansir laman FT, Kamis (9/6/2016), 10 tahun belakangan ini nilai dari 100 merek top meningkat hingga 133 persen. Nilai ini dikalkulasi berdasarkan perhitungan finansial, meliputi pendapatan dan profitabilitas yang dikompilasi dengan survei mengenai bagaimana konsumen menilai merek tersebut.

Disebutkan, ada yang berubah dibandingkan dengan beberapa dekade lalu. Sebelumnya, konsumen akan tetap loyal dengan membeli merek yang sama selama bertahun-tahun. Namun, hal ini tidak bagi generasi milenial yang ingin selalu mencoba berbagai merek berbeda.

Pada 2006, ketika BranZ pertama kali mengumumkan merek-merek termahal, lima merek teratas berasal dari berbagai sektor. Beberapa di antaranya adalah Microsoft (teknologi), GE (industri konglomerasi), Coca-Cola (minuman soda), China Mobile (telekomunikasi), dan Marlboro (rokok).

Seiring dengan tumbuhnya dunia komunikasi digital, perusahaan teknologi menguasai urutan teratas. Empat dari lima merek paling mahal berasal dari perusahaan teknologi.

Apa saja? Merek termahal di dunia adalah Google dengan nilai valuasi US$ 229 miliar (Rp 3.013,1 triliun). Urutan kedua merek paling mahal di dunia ditempati Apple dengan valuasi US$ 228 miliar (Rp 3.000 triliun).

Pada posisi ketiga adalah Microsoft dengan valuasi US$ 122 miliar atau Rp 1.605 triliun dan kelima adalah Facebook dengan valuasi senilai US$ 103 miliar (Rp 1.355 triliun).

Sedangkan merek termahal nomor empat menurut BranZ ditempati perusahaan telekomunikasi AT&T dengan nilai valuasi US$ 107 miliar atau Rp 1.407 triliun.

Head of BranZ Valuation Millward Brown Elspeth Cheung mengatakan, sebelumnya 10 merek termahal di dunia didominasi oleh perusahaan consumer goods. Namun kini didominasi perusahaan teknologi.

Ia mengatakan, kini konsumen mulai kehilangan loyalitas pada merek. "Oleh karenanya, perusahaan harus mengubah strategi pemasarannya dengan menggunakan metode digital yang kini telah terbukti menaikkan nilai merek-merek teknologi," katanya.

Lebih lanjut, Cheung memaparkan, mereka yang lahir di era digital bisa mengakses informasi dengan mudah dan mengganti merek yang menurutnya menarik. Dengan demikian, perusahaan harus mencoba menjangkau konsumen dengan metode digital, salah satunya media sosial.

(Tin/Isk)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini