Sukses

700 BTS Telkomsel Tersebar di Perbatasan NKRI

Sekitar 700 BTS milik Telkomsel terpasang di perbatasan untuk menjaga kedaulatan NKRI.

Liputan6.com, Jakarta - PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) sebagai induk usaha Telkomsel memastikan anak usahanya selalu membangun jaringan melebihi kewajiban yang ada di modern lisensinya.

"Kami pastikan Telkomsel selalu penuhi kewajiban di modern licensing yang diberikan, bahkan selalu lebih," tegas Direktur Utama Telkom Alex J Sinaga saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta.

Dalam RDPU, hadir President Direktor/CEO XL Dian Siswarini, Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys, President Director dan CEO Indosat Ooredoo Alexander Rusli, Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah, Direktur Utama Telkom Alex Sinaga, dan Wakil Presiden Direktur Tri PT Hutchison 3 Indonesia M. Danny Buldansyah.

Dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/8/2016), Alex mengungkapkan ada sekitar 700 BTS milik Telkomsel yang terpasang di perbatasan untuk menjaga kedaulatan NKRI.

Sementara Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah mengatakan, dalam melayani masayarakat, Telkomsel saat ini harus mensubsidi 16 ribu- 17.168 BTS.

"Itu sekitar 14% dari 116 ribu dari BTS terpasang, posisinya merugi. Tetapi kami harus tetap menjaga layanan dan tak menonaktifkan. Begitu BTS terpasang, ada ekosistem dan ekonomi yang bergerak, mulai dari pedagang pulsa dan lainnya," papar Ririek. 

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi I DPR RI Budi Youyastri mempertanyakan komitmen operator selain Telkomsel dalam membangun jaringan telekomunikasi di Tanah Air. Saat mendapat lisensi, seluruh operator telekomunikasi telah menyatakan komitmennya membangun jaringan telekomunikasi di seluruh Nusantara.

"Ini kan semua operator mendapat lisensi nasional. Jadi pasti ada komitmen untuk membangun di Papua, Maluku, Ternate, Alor, dan wilayah Indonesia Timur lainnya. Coba kasih ke kami komitmen itu. Telkomsel membangun hingga 700 BTS di perbatasan, padahal menterinya (Menkominfo) tak minta,” ujar Budi.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR pada Rabu (23/8/2016), Menkominfo Rudiantara menegaskan tak pernah meminta Telkom Group untuk membangun daerah remote.

"Saya tak pernah meminta Telkom membangun remote area. Kalau kebetulan dibangun, barangkali dari BUMN atau masyarakat di daerah meminta dibangun," katanya.

Untuk diketahui, faktor BTS Telkomsel yang menyebar ke perbatasan, salah satu pemicu adanya perbedaan hitungan antara Kemkominfo dengan Telkom Group di revisi biaya interkoneksi.

Di utilisasi jaringan geotype sub urban dan rural, pemerintah menganggap sudah tergunakan 80% di tahun 2018. Padahal, fakta di lapangan, di area sub urban dan rural utilisasi maksimal bervariasi 6,3%-20% di tahun 2018.  

Dampak perkiraan ini terjadi perbedaan perhitungan pada biaya interkoneksi lokal, yang mana versi Kemkominfo bisa menjadi Rp 204, sementara versi Telkom Group di Rp 285.

Menurut Anggota Komisi I DPR Evita Nursanty, biaya interkoneksi adalah cost recovery. Telkom dan Telkomsel memiliki cost recovery tinggi, Rp 285, karena membangun di seluruh Indonesia hingga ke daerah-daerah terpencil.

Sedangkan cost recovery operator lain jauh di bawah Telkom Group, yakni Rp 120, sebab hanya membangun di kota-kota besar. Cost recovery Indosat Rp 86, XL Rp 65, Smartfren Rp 100, dan Tri Rp 120.

"Tidak wajar operator yang sudah membangun hingga ke pelosok negeri dengan biaya besar, tarifnya disamakan dengan operator lain, yang irit membangun jaringan. Kalau bangun jaringannya sedikit, lalu ingin minta yang banyak, itu tidak fair," tukasnya.

(Isk/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini