Sukses

Wacana Network Sharing Dianggap Tak Konsisten

Rencana mewajibkan para operator telekomunikasi untuk berbagi jaringan aktif (network sharing) belum menemukan garis finish.

Liputan6.com, Jakarta - Hingga kini, rencana mewajibkan para operator telekomunikasi untuk berbagi jaringan aktif (network sharing) belum menemukan garis finish alias masih terjadi perubahan.

Wacana network sharing sendiri tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52/2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala mengatakan, konsep network sharing yang dipaparkan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara berubah-ubah, dari yang tak wajib menjadi wajib.

"Pada April sampai Juni, disebutkan bahwa network sharing tak wajib, lalu tiba-tiba dikatakan wajib mulai dari backbone hingga akses," ujar Kamilov Sagala melalui keterangan tertulisnya, Kamis (29/9/2016).

Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis, Wisnu Adhi Wuryanto, mengaku menyayangkan sikap Rudiantara yang berubah-ubah tentang regulasi network sharing.

“Pejabat publik, apalagi peran kementerian melalui regulasinya dapat membuat merah-birunya perusahaan telekomunikasi. Saya tidak percaya kalau Kemenkominfo tak berperan dalam proses ini (revisi PP). Harus diingat bahwa Kemenkominfo diyakini adalah inisiator revisi  kedua PP ini,” tegas Wisnu.

Menurutnya, jika network sharing dianggap sebagai perantara sembari menunggu proyek Palapa Ring selesai, mengapa harus dipaksakan untuk dijalankan.

“Katanya ini perantara, kalau begitu geber saja Palapa Ring. Jelas-jelas kalau network sharing BUMN telekomunikasi bukan asetnya saja tergadaikan, tetapi juga entitasnya,” imbuhnya.

Di sisi lain, analis dari Bahana Securities Leonardo Henry Gavaza CFA mengalkulasi kewajiban network sharing  berpotensi menggerus marjin Earnings Before Interest Depreciation and Amortization Taxes (EBITDA) Telkom.

Dalam kalkulasinya, EBITDA margin Telkom bisa terpangkas hingga 40 persen. Padahal, EBITDA margin Telkom saat ini di atas 50 persen. Berapa pun penurunan EBITDA margin akan berdampak kepada valuasi Telkom. Jika pendapatan Telkom turun, maka pajak dan deviden yang harus dibayarkan kepada pemerintah juga berpotensi tergerus.

Sebelumnya,  Rudiantara mengaku tak banyak ikut campur tangan dalam revisi kedua PP yang akan mengubah wajah industri telekomunikasi ke depannya, sejak perubahan di bawah komando Menko Perekonomian.

Ia sempat menyatakan, network sharing wajib mulai dari level backbone hingga akses dengan memperhitungkan nilai investasi yang sudah dikeluarkan, terutama daerah-daerah remote area. Sementara detailnya  akan dituangkan dalam Peraturan Menteri. 

(Isk/Why)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.