Sukses

Pasal di UU ITE Jadi Alat Kriminalisasi, Ini Tanggapan Menkominfo

Menkominfo Rudiantara menampik bahwa pasal di UU ITE menjadi alat untuk melakukan kriminalisasi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menampik bahwa pasal di UU ITE menjadi alat untuk melakukan kriminalisasi.

Dalam sebuah talkshow di sebuah stasiun televisi swasta belum lama ini, ia menegaskan bahwa revisi UU ITE yang berlaku per pekan lalu, sudah baik dan lebih adil.

"Kalau dari sisi policy (kebijakan), secara filosofis seperti disampaikan oleh Kang Tebe (Anggota Komisi I DPR REI) bahwa kebebasan itu ada batasnya. Kebebasan itu tetap harus bertanggung jawab. [...] Di tataran policy, saya katakan, memang (revisi UU ITE) itu sudah baik dan itu lebih adil," kata pria yang akrab disapa Chief RA tersebut.

Sementara, sehubungan dengan penyebaran konten penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang diatur di Pasal 27 ayat 3 UU ITE, ia menyarankan masyarakat supaya tidak menelan mentah-mentah konten itu. Hal itu termasuk pula konten berupa meme yang tidak jarang menyasar orang per orang secara personal. 

"Ini sebetulnya kita tidak bisa menyelesaikan masalahnya secara regulasi saja atau teknologi saja. [...] Jadi, nanti harus diuji materinya oleh penegak hukum secara (ber)proses.

Selalu saya katakan, kita semua ini punya kewajiban sama-sama; nomor satu, kalau nerima (konten bermuatan negatif) itu, kita harus juga memilah dan memilih. Ini benar atau tidak?" kata pria yang merupakan Ketua Majelis Wali Amanat Unpad periode 2015–2020 tersebut.

"Apalagi kalau mau mengirim atau mendistribusikan kembali, kita juga harus mampu mengatakan, kalaupun ini benar, apakah ada manfaatnya untuk dikirimkan atau tidak," pungkas pria kelahiran Bogor tersebut.

Untuk diketahui, menurut data SAFEnet, sebagian besar pelapor kasus UU ITE ternyata berasal dari kalangan aparatur negara. Mengutip Remotivi, dari total 126 laporan dalam rentang periode 28 Agustus 2008 hingga 23 Agustus 2016, 50 kasus di antaranya dilaporkan oleh mereka yang merupakan aparatur negara.

Setelah itu, 32 laporan lainnya berasal dari profesional, 28 laporan lainnya dari masyarakat sipil, 14 laporan lainnya berasal dari pelaku bisnis, dan 2 laporan lainnya tak diketahui siapa pelapornya. Lebih lanjut dikatakan bahwa laporan paling banyak dari aparatur negara berasal dari kepala daerah seperti walikota, bupati, dan gubernur.

Lalu, aparatur negara lainnya yang melakukan pelaporan terkait UU ITE adalah anggota DPD atau DPRD, hakim atau jaksa, PNS, serta polisi, TNI dan BNN. Selain itu, beberapa anggota PANWASLU, KPAI, dan kementerian juga diketahui telah melakukan pelaporan.

(Why/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.