Sukses

2050, Menikah dengan Robot Bakal Diakui Secara Hukum?

Menurut Dr David Levy, perkembangan robot dan kecerdasan buatan yang begitu pesat memungkinkan hal itu dapat terjadi.

Liputan6.com, Jakarta - Menurut sejumlah ahli, robot yang didukung oleh kecerdasan buatan dapat mengancam sejumlah pekerjaan di masa depan.

Namun ternyata tak seluruh ahli berpendapat demikian. Salah satunya diungkapkan oleh Dr David Levy, seorang penulis dan ahli kecerdasan buatan.

Prediksi itu bukannya tanpa alasan, mengingat perkembangan robotik dan kecerdasan buatan akan sangat berkembang di masa depan. Karena itu, kasus mengenai manusia yang akan menikah dengan robot setidaknya akan terjadi kurang lebih 35 tahun dari sekarang.

"Pernikahan pertama (robot dan manusia) akan terjadi sebelum 2050, bukan setelahnya," ujar Levy saat konferensi robot di London beberapa waktu lalu.

Ia percaya bahwa menikah dengan robot akan diakui secara hukum, sama seperti pernikahan yang dilakukan oleh manusia. 

Keadaan itu juga dipengaruhi dengan semakin banyak manusia yang menerima konsep hubungan manusia dan robot di masa depan. Dengan demikian, masyarakat akan mengembangkan regulasi yang mengatur hubungan tersebut. Karenanya, manusia harus dapat mengenai kemungkinan nyata dari pernikahan dengan robot.

Sementara dari sisi teknologi, dalam 35 tahun ke depan, pengembangan kecerdasan buatan akan semakin mumpuni. Banyak kecerdasan buatan akan dibuat semirip mungkin dengan manusia. Bahkan, bukan tak mungkin, robot dapat memiliki emosi layaknya manusia, seperti cemburu, marah, senang, dan lainnya.

Dikutip dari International Business Times, Jumat (23/12/2016), Dr Levy menyadari bahwa gagasan tersebut akan mendapat penolakan dan kritik. Terlebih, gagasan ini akan membawa perdebatan pada persoalan moralitas manusia dan hubungannya dengan robot.

Kendati demikian, ada kemungkinan hubungan itu tetap terjadi di masa depan. Sebagai informasi, gagasan Levy ini sedikit berbeda dari Stephen Hawking, seorang fisikawan kenamaan. Menurut Hawking, kecerdasan buatan dan sistem otomatisasi teknologi dapat mengancam beberapa profesi.

Pria lulusan Oxford ini menyebut, profesi kelas menengah akan menjadi paling terdampak penggunaan teknologi itu. Namun, ia mengakui bahwa sistem yang telah banyak diterapkan di sejumlah perusahaan besar tersebut memudahkan proses manufaktur oleh manusia.

(Dam/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.