Sukses

Kondisi e-Commerce Indonesia dan Teori Time Capsule Tiongkok

Para ahli memprediksi bahwa online shopping akan menyumbangkan 7-8 persen pasar ritel lokal pada 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan riset pasar global, McKinsey and Co., mencatat bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar e-Commerce yang bertumbuh paling pesat di dunia. Pada 2025, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diprediksi akan bertambah sekitar US$ 150 miliar atau sekitar Rp 2.000 triliun dari sektor ekonomi digital.

Saat ini, perusahaan e-Commerce besar memperhatikan pasar e-Commerce yang lebih besar, seperti Tiongkok dan India sebagai blueprint untuk membuat pasar Indonesia bertumbuh lebih cepat. Cara ini dikenal oleh investor dan stakeholder sebagai teori ‘time capsule’.

Kini, e-Commerce mewakili lebih dari 10 persen keseluruhan ritel di Tiongkok. Indonesia sendiri hanya dalam beberapa tahun telah menunjukkan situasi pasar serupa dengan adanya pergeseran paradigma yang ditimbulkan oleh tren e-shopping.

Hingga saat ini, Indonesia merupakan pasar terbesar dan terpenting di Asia Tenggara dan para ahli memprediksi bahwa online shopping akan menyumbangkan 7-8 persen pasar ritel lokal pada 2020, naik sekitar 1 persen.

Kemiripan Indonesia dengan Tiongkok

Penjualan total ritel di Tiongkok pada 2015 mencapai US$ 4.227 triliun. Salah satu hal menarik dari Tiongkok ialah fakta bahwa transaksi pembelian oleh konsumen melalui smartphone dan tablet mencapai 22 persen.

Melalui keterangan resmi yang Tekno Liputan6.com terima, Selasa (21/3/2017), angka tersebut diproyeksi akan mencapai 28 persen pada 2019. Secara esensial, ini menunjukkan bahwa Tiongkok merupakan pasar besar untuk transaksi pembelian melalui smartphone dan tablet, dengan kata lain potensi besar untuk usaha mobile commerce (m-commerce).

Ini merupakan kesamaan sifat pasar yang dimiliki Indonesia dan Tiongkok. Indonesia terus menjadi pasar mobile first terhadap aplikasi dan layanan online. Indonesia juga diprediksi siap untuk menjadi pasar smartphone terbesar ke-4 di dunia pada 2018.

Kemiripan lain adalah pasar e-Commerce di kedua negara cukup tersentralisasi. Tak seperti pasar e-Commerce di negara-negara barat yang memiliki karakteristik dengan kebanyakan retailer mengoperasikan e-store secara independen, di Tiongkok kebanyakan retailer mengoperasikan lapaknya di Tmall milik Alibaba.

Dinamika yang sama terdapat di Indonesia, di mana marketplace consumer-to-consumer (C2C) terus tumbuh dengan kondisi sehat, dan brand-brand baru baik kecil maupun besar terus bergabung dengan marketplace platform.

Rintangan Terbesar

Di Indonesia, e-payment belum banyak digunakan dan belum ada pemain besar yang mendominasi, walaupun terdapat banyak perusahaan dan bank-bank besar yang meluncurkan e-wallet dengan versinya masing-masing.

Mayoritas populasi Indonesia juga masih belum memiliki rekening bank sehingga penggunaan kartu kredit sebagai sarana utama pembayaran untuk e-Commerce belum maksimal.

Oleh karena itu, pengembang e-Commerce di Indonesia masih harus terus menawarkan berbagai alternatif metode pembayaran, termasuk fasilitas bayar di tempat (cash-on-delivery/COD) dan transfer bank untuk beberapa tahun ke depan.

Salah satu rintangan terbesar yang harus dihadapi adalah peningkatan edukasi terhadap para pengguna e-Commerce di Indonesia.

(Isk/Cas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini