Sukses

Srikandi Silicon Valley Bersatu Perangi Pelecehan Seksual

Dengan situs web bernama BetterBrave, karyawan wanita yang dilecehkan bisa langsung melaporkan tindakan tersebut secara online.

Liputan6.com, Silicon Valley - Pelecehan seksual terjadi di banyak tempat, tak terkecuali di lingkungan kerja. Bahkan, tindakan tersebut kerap dialami karyawan wanita di perusahaan teknologi ternama. Salah satunya adalah Uber.

Kasus pelecehan seksual yang terjadi pada eks karyawan Uber Susan Fowler menjadi awal dari "borok" Silicon Valley yang kini disorot publik.

Tak cuma itu, sejumlah petinggi perusahaan teknologi di Silicon Valley, AS, seperti Dave McClure, Justin Caldbeck, Matt Mazzeo, Jonathan Teo, Amit Singhal, Ed Baker, Emil Michael, dan Travis Kalanick juga tersandung kasus pelecehan seksual.

McClure, co-founder sekaligus managing partner 500 Startups mengundurkan diri pada 3 Juli lalu. Langkah itu diambilnya setelah sejumlah perempuan, termasuk mantan CEO program inkubator Malaysia MaGIC Cheryl Yeoh, blak-blakan soal pelecehan yang dilakukan McClure.

Deretan kasus di atas, mirisnya berpotensi mencoreng perusahaan-perusahaan teknologi di kawasan tersebut. Memandang hal ini, tiga entrepreneur wanita Silicon Valley mendirikan startup dengan layanan situs web bernama BetterBrave. Ketiganya adalah Grace Choi, Tammy Cho, dan Annie Shin.

Ketiga wanita tersebut mengaku tergerak setelah melihat kasus yang dialami Fowler. Terlebih, situasi yang dialaminya bisa menjadi indikasi ke masalah yang lebih besar jika dibiarkan begitu saja.

Menurut yang dilansir Mashable pada Selasa (25/7/2017), BetterBrave adalah situs web berisikan konten hukum pemerintah AS terkait pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kerja.

Tak cuma itu, situs yang dirilis pada Juli 2017 ini juga menyediakan beberapa artikel tips terkait apa yang harus dilakukan karyawan ketika mengalami pelecehan seksual.

BetterBrave juga memiliki fitur yang memungkinkan korban pelecehan melaporkan kejadian secara langsung. Mereka bisa melaporkan insiden ke para pihak berwajib, seperti polisi dan bagian HRD dari perusahaan tersebut.

Selama berbulan-bulan, pendiri BetterBrave telah berbicara dengan ratusan karyawan yang ternyata menjadi korban pelecehan seksual. Mereka juga menyosialisasikan risiko dari pelecehan seksual ke beberapa divisi HRD.

Tingginya jumlah laporan korban pelecehan seksual yang kebanyakan dari perusahaan teknologi Silicon Valley, menjadi alasan utama mereka membentuk BetterBrave.

"Pelecehan seksual berdampak pada kondisi psikologis korban. Informasi yang bisa diandalkan terkait perlawanan terhadap pelecehan seksual sekarang tidak banyak tersedia secara online," kata Choi.

BetterBrave diketahui juga bekerja sama dengan pengacara kenamaan di lebih dari 50 wilayah Amerika Serikat yang bisa dikonsultasikan secara gratis. Mereka diketahui turut membantu korban jika berkenan untuk membawanya ke jalur hukum.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pelecehan Seksual Jadi ‘Budaya’ Buruk di Silicon Valley

Berbagai kasus dugaan pelecehan seksual menunjukkan terjadi perubahan di Silicon Valley, di mana seksisme sejak lama telah menjadi masalah umum--bahkan dianggap budaya buruk. Sayang, kemelut meresahkan tersebut tak pernah terselesaikan.

Pemodal ventura yang dulunya dianggap tidak tersentuh--yang menggunakan kekuatan investasi mereka untuk membungkam para wanita dan perusahaan yang berdiri di belakang mereka--kini juga telah kehilangan dukungan institusional.

Pada 2017, ketika hak perempuan menjadi isu nasional, perlakuan buruk terhadap mereka di sektor teknologi telah menjadi konsekuensi. Isu seksisme dinilai "mengendap" di Silicon Valley, di mana "mereka yang cerdas tapi jahat" sejak lama ditoleransi, bahkan dihargai. Seorang wartawan Jeff Bercovici pernah menyebut para pelaku pelecehan seksual dianggap istimewa dan bukan sebagai gangguan.

Perubahan signifikan yang terjadi pada tahun ini memang dipicu oleh sebuah tulisan Susan Fowler. Fowler mengisahkan pengalamannya diasingkan oleh manajer hingga akhirnya ia diberhentikan oleh HRD karena melaporkan hal tersebut.

Sejak saat itu, muncul lebih banyak cerita soal karyawan perempuan yang dilecehkan di Uber.

 Keberanian Fowler juga menginspirasi sejumlah wanita untuk buka suara. Pekan lalu, lebih dari dua lusin perempuan yang bekerja di bidang teknologi mengaku kepada New York Times bahwa mereka telah dilecehkan secara seksual.

Pengakuan merekalah yang menyeret nama sejumlah petinggi perusahaan teknologi, termasuk McClure dan Chris Sacca dari Lowercase Capital, perusahaan ventura.

Terkait dengan fenomena ini, Katrina Lake yang merupakan pendiri sekaligus CEO startup Stitch Fix mengatakan kepada Times, "Pengusaha wanita adalah bagian penting dari Silicon Valley. Sangat penting untuk mengekspose jenis perilaku yang dilaporkan dalam beberapa pekan terakhir, sehingga masyarakat tahu dan mengatasi masalah ini."

(Jek/Cas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.