Sukses

Bos Tesla Serukan Larangan Penggunaan Robot Otonomos Bersenjata

Liputan6.com, Jakarta - Elon Musk bersama sejumlah petinggi perusahaan teknologi lain baru-baru ini menyerukan agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melarang penggunaan robot otonomos bersenjata. Melalui petisi, mereka menyebut pengembangan teknologi semacam itu akan menjadi revolusi ketiga pemicu peperangan, seperti bubuk mesiu dan senjata nuklir.

"Setelah dikembangkan, senjata otonom memungkinkan konflik bersenjata akan dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dari pemikiran manusia," tulis seruaan dalam petisi tersebut seperti dikutip dari The Verge, Kamis (24/8/2017).

Senjata otonomos ini dapat pula digunakan sebagai alat teror oleh teroris melawan masyarakat tak bersalah termasuk dapat diretas untuk kebutuhan tak bertanggung jawab. Petisi itu ditandantangani oleh pendiri dari 116 perusahaan di 26 negara yang bergerak di bidang kecerdasan buatan dan robotik.

Salah satu yang berpartisipasi adalah Mustafa Suleyman dari Google DeepMind. Pengajuan petisi ini juga bertepatan dengan dimulainya pembicaraan formal PBB terkait regulasi yang mengatur soal robot.

Menurut para ahli yang menandatangai petisi itu, senjata otonomos yang dapat membunuh tanpa campur tangan manusia merupakan hal salah seecara moral. Karena itu, penggunaannya harus dikendalikan berdasarkan konvensi senjata konvensional 1983.

Kesepakatan ini mengatur penggunaan sejumlah jenis senjata termasuk ranjau darat api, dan senjata kimia. Pendiri Clearpath Robotics, Ryan Gariepy yang ikut menandatangani petis ini menuturkan, skenario penggunaan robot otonomos bersenjata ini bukan sekadar hipotesis.

Ia mengatakan, hal ini merupakan ancaman yang nyata sehingga membutuhkan perhatian dan reaksi cepat. Meski pengembangan kecerdasan buatan masih dianggap semacam sains fiksi. Tapi potensi sistem senjata otonomos memiliki akibat yang dapat menyakiti orang-orang tak berdosa.

Sekadar informasi, sejumlah negara memang diketahui telah mengembangkan robot senjata otonomos, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Israel. Bahkan, beberapa sistem telah mulai diluncurkan seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Posisi Musk Terkait Kecerdasan Buatan

Sekadar informasi, CEO Tesla Elon Musk memang sudah sering mengungkapkan pendapatnya mengenai kecerdasan buatan. Beberapa waktu lalu, ia menyebut perlu ada regulasi yang mengatur kecerdasan buatan karena teknologi tersebut dapat mengancam dunia.

Terbaru, Musk bahkan menyebut kecerdasan buatan dapat menjadi ancaman besar ketimbang Korea Utara. Karena itu, ia meminta agar regulasi terkait kecerdasan buatan harus dibuat sekarang karena sifatnya yang birokratis.

Sebelumnya, ia juga pernah berselisih pendapat dengan CEO Facebook Mark Zuckerberg terkait kecerdasan buatan. Ketika itu, keduanya sempat saling berbeda pandangan melalui media sosial mengenai bahaya kecerdasan buatan. 

Zuckerberg menyebut, desakan untuk membuat regulasi mengatur kecerdasan buatan terlalu negatif dan tidak bertanggung jawab. Menjawab hal tersebut, Musk menuturkan pengetahun Zuckerberg terkait topik ini nyatanya masih terbatas. 

Meski kerap mengingatkan potensi bahaya kecerdasan buatan, pria yang perhan hidup di Afrika Selatan itu tak sepenuhnya antikecerdasan buatan. Buktinya, miliarder itu menggunakan kecerdasan buatan di Tesla untuk membuat fitur kendali otonomos.

Tak hanya itu, Musk juga merupakan pendiri OpenAI, sebuah perusahaan riset nonprofit yang berupaya menemukan pedoman untuk penerapan kecerdasan buatan.

Musk juga memulai sebuah perusahaan bernama Neuralink yang dirancang untuk menghubungkan otak manusia ke peranti lunak komputer dengan tujuan mereplikasi fungsi otak.

(Dam/Cas)

Tonton Video Menarik Berikut Ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.