Sukses

Saat Robot Bersenjata Berulah, Bagaimana Nasib Manusia?

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan robot otonomos diprediksi akan semakin besar pada masa depan, termasuk ke industri senjata. Bahkan, tak sedikit negara dikabarkan sudah mulai mengembangkan robot bersenjata untuk keperluan keamanan.

Mengingat potensi tersebut, robot otonomos bersenjata pun masuk dalam pembahasan di konvesi untuk Certain Conventional Weapons beberapa waktu lalu. Salah satu pembahasan menyorot soal bahaya penggunaan robot bersenjata. 

Saat konvesi itu, dalam salah satu presentasi diputar video singkat mengenai bahaya robot bersenjata apabila benar-benar digunakan sebagai senjata perang.

Dikutip dari CNET, Selasa (21/11/2017), video ini dirilis oleh Future of Life Institute--organisasi yang didirikan oleh Elon Musk dan Stephen Hawking. Video itu menunjukkan penggunaan drone bersenjata dapat berbahaya apabila jatuh ke tangan yang salah.

Ilustrasi dalam video itu juga menggambarkan bahwa robot berbekal senjata ini dapat dengan mudah membunuh manusia. Berbekal akurasi tinggi, robot-robot ini dapat beroperasi dengan sangat cepat.

Kendati demikian, profesor di UC Berkeley Stuart Rusell yang juga seorang ahli kecerdasan buatan menuturkan, video tersebut tak lebih dari sebuah ilustrasi. Akan tetapi, video tersebut merupakan hasil integrasi dari teknologi yang sudah dimiliki saat ini.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sendiri telah setuju untuk membatasi penggunaan teknologi yang berpotensi menghancurkan. Terlebih, perkembangan teknologi saat ini dianggap selalu melampaui jangkauan hukum atau pemerintah. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Seruan Elon Musk menolak robot bersenjata

Salah satu pendiri Future of Life Institute, Elon Musk, memang telah menyerukan agar PBB melarang penggunaan robot otonomos bersenjata.

Melalu petisi, pengembangan teknologi ini dapat menjadi revolusi ketiga yang memicu peperangan, seperti bubuk mesiu dan senjata nuklir.

"Setelah dikembangkan, senjata otonom memungkinkan konflik bersenjata akan dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan waktu yang lebih cepat dari pemikiran manusia," tulis seruan dalam petisi itu beberapa waktu lalu.

Alasannya, senjata otonomos dapat digunakan sebagai alat teror melawan masyarakat, apalagi jika dikendalikan oleh pihak tak bertanggung jawab. Petisi ini sudah ditandatangani oleh pendiri 116 perusahaan yang bergerak di bidang kecerdasan buatan dan robotik.

Salah satu yang berpartisipasi adalah Mustafa Suleyman dari Google DeepMind. Pengajuan petisi ini juga bertepatan dengan dimulainya pembicaraan formal PBB terkait regulasi yang mengatur soal robot.

Sekadar informasi, sejumlah negara memang diketahui telah mengembangkan robot senjata otonomos, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Israel. Bahkan, Korea Selatan disebut telah melakukan uji coba beberapa waktu lalu.

(Dam/Ysl)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.