Sukses

GoPro Mundur dari Bisnis Drone

Langka ini diambil setelah sebelumnya perusahaan dilaporkan telah merumahkan sejumlah besar karyawan pembuat drone.

Liputan6.com, Jakarta - GoPro baru saja mengumumkan langkah yang mengejutkan pekan ini. Perusahaan itu memutuskan untuk menutup lini bisnis drone-nya karena pasar pesawat nirawak yang dianggap terlalu kompetitif.

Dikutip dari The Verge, Selasa (9/1/2018), pengumuman keluarnya GoPro dari bisnis drone ini diumumkan bersamaan dengan keluarnya laporan keuangan. Karena itu, Karma merupakan produk terakhir dari lini bisnis drone besutan GoPro.

Padahal, dalam laporan keuangan, perusahaan mengakui Karma berhasil berada dalam posisi kedua bisnis drone pada 2017. Namun, persaingan di pasar drone yang begitu kompetitif membuat perusahaan memutuskan untuk mundur dari bisnis pesawat nirawak.

Menurut GoPro, keputusan ini juga diambil karena kebijakan baru di Eropa dan Amerika Serikat secara tak langsung mengurangi jumlah permintaan drone. Faktor tersebut membuat GoPro keluar dari bisnis pesawat nirawak, setelah menjual inventaris Karma yang tersisa.

"GoPro akan melanjutkan layanan dan dukungan untuk konsumen GoPro," tulis perusahaan dalam keterangannya.

Sebelumnya, GoPro juga dilaporkan telah merumahkan sejumlah besar karyawannya yang berada di bisnis drone.

Melalui surat yang diterima oleh karyawan yang terancam PHK, GoPro menjelaskan, pemutusan hubungan kerja ini merupakan bagian dari restruktur bisnis. Tujuannya untuk menyelaraskan sumber daya dengan bisnis.

Meski pemberitahuan PHK telah diumumkan melalui surat, karyawan-karyawan yang terdampak masih akan bekerja hingga menerima gaji pada 16 Februari 2017.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Drone Karma Jatuh dari Langit saat Terbang

Untuk informasi, pesawat nirawak GoPro yang rilis pada 2016 harus diakui memang kurang berhasil. Pada November 2016, GoPro mengumumkan penarikan 2.500 unit pesawat nirawak tersebut. 

Menurut keterangan, drone Karma ditarik lantaran beberapa pengguna melaporkan, saat diterbangkan, pesawat nirawak itu kehilangan tenaga sehingga terjatuh menghantam tanah.

Adalah Brian Warholak, pengguna drone yang baru-baru ini mengunggah video tersebut ke situs berbagi video. Awalnya, drone GoPro Karma itu terbang dengan apik dan merekam gambar dari atas.

Sayangnya, dalam beberapa menit setelah terbang setinggi 170 kaki, mendadak drone tersebut kehilangan tenaga dan jatuh menghantam tanah.

"Aku menerbangkan GoPro Karma-ku untuk yang kedua kalinya. Tiba-tiba saja drone tersebut kehilangan tenaga di ketinggian 170 kaki dan jatuh ke tanah. Saya telah menghubungi pihak GoPro Support dan mengunggah foto dan log penerbangan drone," kata Warholak.

GoPro pun menarik kembali unit drone GoPro Karma bermasalah tersebut. Saat itu, konsumen diminta untuk me-refund (pengembalian dana) pembelian GoPro.

3 dari 3 halaman

Penjualan GoPro Terus Terpuruk

Pada kenyataannya, penjualan produk GoPro terus terpuruk. Pemasukan perusahaan pembesut kamera aksi ini pada 2016 bahkan merosot ketimbang 2015.

Karena pemasukan berkurang, otomatis GoPro juga harus mengalami kerugian sebesar US$ 420 juta (Rp 5,6 triliun) pada 2016. Karena rugi bandar, akibatnya GoPro mau tak mau harus memotong jumlah karyawannya agar laju finansial perusahaan tetap bergerak stabil.

Sepak terjang bisnis GoPro sendiri bisa dibilang cukup terpuruk selama tiga tahun terakhir. Sebelumnya, GoPro juga melakukan PHK terhadap 270 karyawan, tak cuma itu perusahaan juga melakukan hal yang sama ke lebih dari 200 karyawan full-time. Alhasil, perusahaan harus melakukan restrukturisasi besar-besaran.

Selain itu, Tony Bates yang ditunjuk sebagai Presiden pada Juni 2014, menyatakan akan mengundurkan diri pada akhir 2017. Ia sebelumnya adalah Executive Vice President Microsoft dan Chief Executive Officer (CEO) Skype Technologies SA.

Proses restrukturisasi mengurangi biaya operasional sebesar US$ 650 juta atau sekitar Rp 8,6 triliun dan bisa mencapai tujuan perusahaan untuk mengembalikan keuntungan pada tahun ini. Sementara, restrukturisasi sendiri memakan biaya US$ 33 juta (Rp 439 miliar).

(Dam/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.