Sukses

Internet Tumbang Satu Menit, Hotel Mewah Ini Minta Maaf ke Pengunjung

Karena internetnya putus selama semenit, hotel mewah di Jepang ini memberikan surat permintaan maaf kepada para pengunjungnya.

Liputan6.com, Tokyo - Budaya malu di masyarakat Jepang kerap membuat negara-negara lain  menjadi segan.

Pada November lalu misalnya, manajemen Tsukuba Express sempat meminta maaf karena kereta berangkat dua puluh detik lebih cepat.

Baru-baru ini, surat dari Palace Hotel di Jepang menjadi viral karena berisi permintaan maaf. Penyebabnya adalah koneksi internet yang harus putus selama satu menit pada pukul 4 pagi.

Berikut isi suratnya yang ditulis dalam dua bahasa, Jepang dan Inggris:

Peringatan Interupsi akses Internet di ruang tamu

Kepada Para Tamu,

Sehubungan adanya perawatan penggunaan listrik yang sifatnya Darurat, kami akan melakukan interupsi pada akses internet selama kira-kira satu menit dimulai sejak 4:00. pada Kamis, 14 April.

Kami meminta maaf atas ketidaknyamanan ini, dan akan sangat mengapresiasi pengertian Anda yang terhormat.

Mohon jangan sungkan untuk mengontak kami apabila kami dapat memberikan bantuan apapun pada masalah ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Budaya Malu di Masyarakat Jepang

Berkaca dari peristiwa internet yang mati di hotel tersebut, wajar saja masyarakat Jepang mengemban budaya malu yang begitu kuat.

Untuk diketahui, budaya malu di Jepang ternyata berasal dari budaya di era samurai zaman dulu. 

Di era samurai, istilah seppuku (atau harakiri) dikenal sebagai cara seseorang mengakhiri hidup saat kehormatannya hilang.

Dilansir dari Psychology Today, John C. Condon, seorang ahli komunikasi silang budaya, menuliskan bahwa bunuh diri di Jepang adalah cara untuk bertanggung jawab karena membawa rasa malu ke sebuah kelompok.

Tindakan bunuh diri tersebut menunjukkan bahwa Jepang sangatlah mengkhawatirkan apa yang orang lain pikirkan.

Misal, pada 2015, sebagian kalangan masyarakat Jepang malah emosi terhadap dua warga mereka yang menjadi tawanan ISIS.

Publik Jepang beranggapan kedua orang tersebut telah membawa diri mereka sendiri ke dalam masalah dan seharusnya tidak ditebus dengan uang negara.

Pernah juga ada kasus PM Yukio Hatoyama yang mengundurkan diri hanya delapan bulan sejak menjabat. Yukio Hatoyama memilih mundur karena tidak dapat memenuhi janjinya saat kampanye.

"Saya meminta maaf kepada para law maker sekalian karena menyebabkan masalah besar," ucapnya.

 

3 dari 3 halaman

Kementerian Kesehatan Jepang Mulai Melawan Aksi Bunuh Diri

Untuk diketahui, Kementerian Kesehatan di Jepang sudah melaksanakan langkah serius untuk mengurangi aksi bunuh diri warganya.

Menurut survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan, orang dewasa Jepang yang berpikir tentang bunuh diri jumlahnya 23,6 persen pada 2016. Angka tersebut naik dari 19,1 persen pada 2008 dan 23,4 persen pada 2014.

Kementerian berharap dapat menemukan sejumlah cara untuk mengatasi masalah mengakar yang membuat seseorang lebih berisiko bunuh diri.

Pada Oktober 2017, Kementerian Kesehatan menyebarkan 3 ribu kuesioner kepada 3 ribu laki-laki dan perempuan yang berusia 20 tahun dan lebih tua di seluruh Jepang.

Menurut hasil survei yang valid, sebanyak 36,7 persen responden yang berpikir untuk bunuh diri, mengatasi keinginan itu dengan menghabiskan waktu pada hobi atau pekerjaan.

Sementara itu, 32,1 persen responden mengatakan, mereka merasa dirinya jauh lebih baik dengan mendiskusikan masalah dengan orang-orang di sekeliling mereka.

Namun, 46,9 persen dari seluruh responden mengatakan, mereka ragu-ragu meminta konslutasi atau mencari bantuan lainnya ketika sedang dilanda kekhawatiran atau stres.

(Tom/Jek)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini