Sukses

Bijak Berinternet, Literasi Digital Harus Ditingkatkan

Semakin maraknya informasi yang tak jelas sumber kebenarannya atau hoax, memicu keresahan dalam kehidupan sosial dan bernegara.

Liputan6.com, Jakarta - Semakin marak informasi yang tak jelas sumber kebenarannya atau hoax, memicu keresahan dalam kehidupan sosial dan bernegara.

Oleh karena itu, diperlukan sikap dan kepedulian bersama untuk menangkal peningkatan penyebaran konten negatif dengan cara menggunakan internet secara lebih cermat dan bijaksana.

Usaha keras untuk melawan konten negatif seharusnya menjadi kepedulian semua pihak, termasuk komunitas, akademisi, pemerintah dan peranan media.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) pun menggelar gerakan literasi digital untuk memerangi meluasnya konten digital di internet, serta penyebarannya.

Sosialisasi kepada masyarakat untuk penggunaan internet yang positif juga terus dilakukan. Banyak pihak memberikan dukungan untuk program tersebut, termasuk Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII).

Sekretaris Jenderal APJII, Henry Kasyfi Soermartono, mengatakan saat ini masih perlu disampaikan pemahaman arti literasi digital oleh Kemkominfo, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi.

Ia menganggap masih banyak kalangan masyarakat menilai literasi digital sekadar memiliki internet, serta memanfaatkannya secara positif.

"Kadang-kadang secara orang awam, kita tidak bisa mengukur literasi digital," kata Henry, seperti dikutip dari keterangan resmi Kemkominfo, Minggu (25/2/2018).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bentuk Lembaga Informasi Independen

Menyoal upaya meminimalisir konten internet berisi hoax, Henry mengusulkan selain memaksimalkan capaian literasi digital oleh Kemkominfo, juga dapat dibentuk lembaga informasi independen.

Lembaga tersebut dapat berfungsi mewadahi masyarakat untuk mengesahkan kebenaran suatu konten yang banyak beredar di internet.

Ia menilai masyarakat Indonesia sekarang gemar menyebarkan informasi, tapi sulit mengetahui sumber kebenarannya.

"Orang Indonesia tipe yang suka sharing, tapi mereka lebih sering mengetahui konten tersebut adalah hoax setelah menyebarkannya," ungkap Henry.

Kemkominfo dan kehadiran lembaga independen, dinilai dapat mencegah terjadinya pemanfaatan keuntungan oleh oknum melalui aksi penyebaran konten negatif atau hoax.

 

3 dari 3 halaman

Polri: Hate Speech dan Hoax Jadi Ancaman di Tahun Politik

Juru Bicara Polri, Kombes Pol Sri Suari, mengungkap masalah utama yang dihadapi Polri pada tahun politik adalah ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong atau hoax.

"Dari 11 variabel yang diidentifikasi kepolisian, satu hal yang paling mengancam adalah ujaran kebencian dan hoax," ujar Sri di Unika Atma Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (21/2/2018).

Sri mengungkap berdasarkan hasil penelitian Polri, ujaran kebencian dan berita bohong selalu memanfaatkan media sosial sebagai sarananya. Untuk menanggulangi hal ini, Polri telah membentuk satuan tugas (satgas) yang dinamakan Satgas Nusantara.

"Satgas Nusantara ini sebenarnya bekerja untuk memantau seluruh nusantara," jelas Sri.

Satgas Nusantara bertugas memantau aktivitas akun-akun media sosial yang aktif menyebarkan ujaran kebencian atau hoax, baik di Twitter, Facebook, Instagram, dan lainnya.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.