Sukses

Beredar Isu NIK dan KK Bocor, DPR Panggil Menkominfo Pekan Depan

Terkait kabar NIK dan KK yang bocor, DPR akan memanggil pihak Kemkominfo serta operator pada 19 Maret 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi I DPR RI akan memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, terkait evaluasi registrasi kartu SIM prabayar, pada Senin (19/3/2018). Selain Menkominfo, para operator seluler pun turut diundang untuk menghadiri pertemuan tersebut.

“Hari Senin nanti, kami akan undang Menkominfo dan operator-operator seluler terkait evaluasi registrasi yang telah dilakukan,” tutur Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, saat ditemui usai acara diskusi publik Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Perpustakaam Nasional, Jakarta, Selasa (13/3/2018).

Dijelaskannya, evaluasi tersebut akan mencakup meminta penjelasan pemerintah dan para operator seluler tentang upaya perlindungan data yang disertakan dalam program registrasi kartu SIM prabayar.

Selain itu, komisi yang membidangi komunikasi dan informatika tersebut juga akan meminta pertanggungjawaban jika memang ada kebocoran data pribadi masyarakat terkait program tersebut.

“Kami akan minta pertanggungjawaban pemerintah dan operator dan bertanya nanti apakah betul terjadi kebocoran NIK dan data-data pribadi konsumen,” sambungnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Isu Data yang Bocor

Sejak program registrasi kartu SIM bergulir, muncul berbagai laporan tentang dugaan kebocoran data pribadi NIK dan KK. Namun, pemerintah dan para operator seluler membantah dengan tegas adanya kebocoran tersebut.

Terkait dugaan kebocoran data ini, Meutya menilai ada banyak penyebabnya. Menurutnya, hal tersebut tidak hanya dapat disebabkan program registrasi prabayar, tapi juga dari berbagai faktor lain seperti perbankan.

“Pintunya terlalu banyak untuk menunjuk satu tempat saja (dugaan penyebab kebocoran data), apalagi prosesnya cukup kompleks. Bisa saja terjadi di proses pengumpulan data, pemrosesan data, sampai kemudian di penggunaan data itu juga bisa terjadi kebocoran,” jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Regulasi yang Sangat Kuat

Melihat proses kebocoran data yang cukup rumit tersebut, Meutya menilai dibutuhkan regulasi yang sangat kuat untuk bisa melindungi masyarakat.

“Memang pintunya sangat banyak dan prosesnya juga sangat kompleks. Hal ini harus dijaga tidak bisa di level Permen (Peraturan Menteri), tapi harus di level perundang-undangan,” ungkap perempuan berkacamata tersebut.

Pemerintah sendiri saat ini sedang menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi, yang masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Sambil menunggu UU Perlindungan Data Pribadi disahkan, pemerintah memiliki beberapa regulasi untuk melindungi data masyarakat. Salah satunya UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan sanksi hukuman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar.

Rudiantara yang ditemui dalam acara yang sama mengatakan, regulasi perlindungan data yang ada saat ini bisa diandalkan sambil menunggu UU Perlindungan Data Pribadi.

“Regulasi ini bisa diandalkan kalau UU Perlindungan Data Pribadi belum ada,” katanya.

(Din/Jek)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.