Sukses

Parlemen Eropa Cari Zuckerberg untuk Bahas Kebocoran Data

Menyusul kebocoran data pengguna, Presiden Parlemen Eropa meminta Mark Zuckerberg segera memberikan penjelasan terkait masalah itu.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus kebocoran data pengguna Facebook yang melibatkan Cambridge Analytica berbuntut panjang. Menyusul temuan itu, Presiden Parlemen Eropa, Antonio Tajani, meminta CEO Facebook, Mark Zuckerberg, segera memberikan penjelasan terkait masalah tersebut.

"Facebook perlu melakukan klarifikasi pada 500 juta perwakilan bahwa data pribadi mereka tak digunakan untuk memanipulasi demokrasi," tuturnya seperti dikutip dari Tech Crunch, Rabu (21/3/2018)

Permintaan klarifikasi ini dilakukan menyusul permintaan serupa dari pemerintah Inggris dan Amerika Serikat. Sebelumnya, salah seorang anggota parlemen Inggris, Damian Collins, juga meminta Zuck menjelaskan secara langsung apa yang sebenarnya terjadi.

Selain itu, ada pula senator Amerika Serikat, Mark Warner, yang merupakan Wakil Ketua Komite Intelijen, yang meminta Zuckerberg dan petinggi Facebook lainnya untuk memberikan testimoni mengenai peran Facebook yang dianggap melakukan "manipulasi sosial" pada pemilihan umum Amerika tahun 2016.

Di sisi lain, menurut laporan Bloomberg, Federal Trade Commision Amerika Serikat diketahui telah membuka laporan penyelidikan ke Facebook terkait penyalahgunaan data pribadi yang dilakukan pada 2011. Kendati demikian, FTC tak bisa mengungkap seperti apa penyelidikan tersebut.

"Kami tahu tentang masalah yang sedang terjadi dengan Facebook saat ini. Namun, kami tak mengungkap hal apa yang sedang diinvestigasi," tutur perwakilan FTC. Sementara perusahaan yang juga pemilik WhatsApp dan Instagram itu dalam laporannya menyebut pihaknya sangat menjaga kerahasiaan informasi pengguna.

Sekadar informasi, penyelidikan FTC pada 2011 itu dilakukan untuk memastikan Facebook membuat kebijakan privasi yang jelas bagi pengguna. Selain itu, Facebook juga harus meminta persetujuan pengguna sebelum membagikan informasi itu.

Sayangnya, hingga saat ini Zuckerberg masih belum dapat ditemui dan dimintai keterangan mengenai kasus yang melanda perusahaan. Chief Operating Officer Facebook, Sheryl Sandberg juga dilaporkan belum mengeluarkan pernyataan apa pun perihal masalah ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dugaan Kebocoran Data di Facebook

Ilustrasi Facebook (iStockPhoto)

Sebelumnya, perusahaan analisis data, Cambridge Analytica (CA), dilaporkan terlibat dalam skandal besar kebocoran data puluhan juta pengguna Facebook.

Perusahaan yang pernah bekerja dengan tim kampanye Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, itu dituding menggunakan jutaan data untuk membuat sebuah program software yang hebat, sehingga bisa memprediksi dan memengaruhi pemilihan suara.

Dilansir The Guardian, Selasa (20/3/2018), seorang whistleblower bernama Christopher Wylie, mengungkapkan kepada Observer The Guardian, bagaimana CA menggunakan informasi personal diambil tanpa izin pada awal 2014 untuk membangun sebuah sistem yang dapat menghasilkan profil pemilih individual AS.

Hal ini dilakukan untuk menargetkan mereka dengan iklan politik yang telah dipersonalisasi. CA sendiri merupakan perusahaan yang dimiliki oleh miliarder Robert Mercer dan pada saat itu dimpimpin oleh penasihat utama Trump, Steve Bannon.

"Kami mengekspolitasi Facebook dan "memanen" jutaan profil orang-orang. Kami membuat berbagai model untuk mengeksploitasi apa yang kami tahu tentang mereka dan menargetkan 'isi hati' mereka. Itulah dasar keseluruhan perusahaan dibangun," ungkap Wylie.

 

3 dari 3 halaman

Disebut Berpengaruh pada Kondisi Politik

Ilustrasi Facebook. (Foto: Tech Spot)

Dokumen yang dilihat Observer dan dikonfirmasi oleh pernyataan Facebook menunjukkan perusahaan pada akhir 2015 mengetahui ada kebocoran data yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Namun, Facebook saat itu gagal memperingatkan para pengguna, kemudian hanya melakukan sedikit upaya untuk memulihkan dan mengamankan informasi lebih dari 50 juta penggunanya.

Menurut laporan New York Times, salinan pengambilan data untuk CA masih bisa ditemukan di internet. Tim media tersebut juga dilaporkan melihat beberapa data mentah.

Seluruh data dikumpulkan melalui sebuah aplikasi bernama thisisyourdigitallife, yang dibuat oleh akademisi Aleksandr Kogan, terpisah dari pekerjaannya di Cambridge University.

Melalui perusahaannya, Global Science Research (GSR) berkolaborasi dengan CA, membuat ratusan ribu pengguna dibayar untuk menjalani pengujian kepribadian dan menyetujui data mereka diambil untuk kepentingan akademis.

Selain itu, aplikasi juga mengumpulkan informasi dari test-taker teman-teman di Facebook, yang menyebabkan akumulasi puluhan juta data.

Kebijakan platform Facebook hanya mengizinkan pengumpulan data teman-teman untuk meningkatkan pengalaman pengguna di aplikasinya, dan dilarang untuk dijual atau digunakan untuk iklan.

Selain dugaan keterlibatan skandal media sosial CA dalam Pilpres AS, perusahaan dan Facebook menjadi fokus penyelidikan terkait data dan politik oleh British Information Commissioner's Office. Secara terpisah, Electoral Commision juga menyelidiki peran CA dalam referendum Uni Eropa.

(Dam/Ysl)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.