Sukses

Polling: Kamu Berani Tinggalkan Facebook Selamanya?

Liputan6.com, Jakarta - Facebook terjerat skandal yang bisa dibilang paling buruk di sepanjang sejarah perusahaan.

Ya, 50 juta data pengguna raksasa media sosial tersebut disalahgunakan dan bocor. Adalah perusahaan analisis data, Cambridge Analytica (CA), dilaporkan terlibat dalam skandal besar kebocoran data tersebut.

Perusahaan yang pernah bekerja dengan tim kampanye Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump itu menggunakan jutaan data untuk membuat sebuah program software yang hebat sehingga bisa memprediksi dan memengaruhi pemilihan suara

.

Dilansir The Guardian, Jumat (23/3/2018), seorang whistleblower bernama Christopher Wylie, mengungkapkan bagaimana CA menggunakan informasi personal pengguna Facebook diambil tanpa izin pada awal 2014, untuk membangun sebuah sistem yang dapat menghasilkan profil pemilih individual AS.

Hal ini dilakukan untuk menargetkan mereka dengan iklan politik yang telah dipersonalisasi. CA sendiri merupakan perusahaan yang dimiliki oleh miliarder Robert Mercer dan pada saat itu dimpimpin oleh penasihat utama Trump, Steve Bannon.

"Kami mengekspolitasi Facebook dan 'memanen"' jutaan profil orang-orang. Kami membuat berbagai model untuk mengeksploitasi apa yang kami tahu tentang mereka dan menargetkan 'isi hati' mereka. Itulah dasar keseluruhan perusahaan dibangun," ungkap Wylie.

Peristiwa ini sontak sangat menghebohkan industri teknologi Negeri Paman Sam. Sampai-sampai, para pengguna Facebook yang kadung khawatir datanya bisa kembali disalahgunakan kelak, menyerukan tagar #deletefacebook untuk menghapus akun Facebook secara permanen.

Meski tidak berdampak di Indonesia, dengan berkaca ke peristiwa ini, apakah kamu ingin ikut menghapus akun Facebook-mu demi keamanan data? Yuk, coba suarakan pendapatmu lewat polling di bawah ini.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kebocoran Data Facebook Sangat Mungkin Terjadi di Indonesia

Kebocoran data pribadi puluhan juta pengguna Facebook di Amerika Serikat disebut-sebut sangat mungkin terjadi di Indonesia. Demikian diungkapkan oleh Yose Rizal, CEO sekaligus Founder MediaWave, lembaga monitoring dan analisis media sosial di Indonesia.

Menurut Yose, sebenarnya Facebook memang membuka kerja sama dengan pengembang-pengembang untuk mengakses informasi pengguna untuk tujuan yang disepakati antara keduanya.

"Misalnya pengembang membuat aplikasi kuis. Saat pengguna hendak mengikuti kuis itu, sebenarnya mereka meminta akses atas data-data di Facebook. Namun, kebanyakan orang tidak sadar apa saja yang diakses oleh developer. Kalau dibilang ilegal tidak juga karena pengguna memberikan izin mengakses," kata Yose saat dihubungi Tekno Liputan6.com, Kamis (22/3/2018) malam.

Untuk kasus kebocoran data Facebook yang kini ramai diberitakan, yang terjadi adalah Cambridge Analytica menyalahgunakan peruntukan data Facebook.

"Cambridge Analytica bilang untuk penelitian tetapi justru dipakai untuk kampanye politik, jadi sebenarnya pengguna bisa diakses banyak pihak," ucapnya.

Yose juga menyebut, pada dasarnya media sosial bukanlah media yang bersifat pribadi, sebab informasi yang ada di media sosial bisa dilihat banyak orang. Oleh karena itu, Yose menyebut, jika seseorang memiliki data yang sifatnya pribadi, sebaiknya tidak dibagikan ke media sosial.

"Sangat mungkin terjadi di Indonesia dipergunakan untuk kepentingan politik. Makanya ini bukan hanya kewajiban Facebook tetapi juga pengguna yang harus bijak saat membagikan informasi serta saat memberikan akses ke data-datanya. Akses pada data itu ada di tangan pengguna," tutur Yose Rizal.

Lebih lanjut, pria yang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris Telkomsel ini juga mengatakan, pemerintah perlu mengedukasi masyarakat agar mereka sebagai pengguna media sosial sadar apa yang diberikan ke platform media sosial.

3 dari 3 halaman

Penting Tangani Hoax

Kendati demikian, kata Yose, hal terpenting yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan upaya masif membersihkan media sosial dari hoax alias berita bohong. Bahkan, jika memungkinkan, pemerintah perlu menerapkan denda sebagaimana yang dilakukan oleh Jerman dalam upaya menangani hoax.

"Memang sudah ada di kebijakan komunitas Facebook, Twitter, YouTube dan lain-lain bahwa tidak boleh menebar kebencian tetapi kenyataannya masih banyak dan itu dampaknya sangat besar," tuturnya.

Dia lebih lanjut menyebut, selain sebagai media sosial sebenarnya Facebook juga media tempat orang membagikan berita dan beragam informasi.

"Peraturan sudah ada, Facebook sebagai platform ketika digunakan untuk membagikan informasi itu artinya sudah menjadi media. Oleh karena itu, harusnya peraturan yang diterapkan ke media diterapkan juga kepada Facebook. Misalnya, enggak boleh menyebar hoax dan kewajiban untuk membersihkannya," kata Yose menjelaskan.

Yose mengatakan, jangan hanya pengguna yang diminta untuk tidak boleh membagikan hoax atau konten negatif, tetapi Facebook dan media sosial lain juga diwajibkan untuk menurunkan ketika ada konten yang menebar kebencian dan potensi pada perpecahan.

"Kanyataannya mereka tidak menyensor dengan ketat, dan itu dampaknya sangat besar," tutur Yose menegaskan.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.