Sukses

Kasus Dosen di Aceh Ancam Kebebasan Berekspresi di Internet

Apa yang dialami Mirza Alfath, dosen hukum di Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Aceh yang diamankan aparat karena komentarnya di Facebook, adalah bagian dari ancaman kebebasan berekspresi di Internet.

Liputan6.com, Jakarta:  Apa yang dialami Mirza Alfath, dosen hukum di Universitas Malikussaleh Lhokseumawe Aceh yang diamankan aparat karena komentarnya di Facebook, adalah bagian dari ancaman kebebasan berekspresi di Internet.

Mirza ditangkap Selasa malam (20/11/2012) karena dianggap melecehkan syariat Islam melalui halaman Facebooknya yang bernama Mirzanivic Alfathenev. Ia mengkritik pelaksanaan Hukum Syariah di Aceh yang mayoritas penduduknya Muslim itu. Menurut pemberitaan media lokal setempat, rumah Mirza sempat menjadi sasaran amuk massa dengan dilempari batu. Demi keselamatannya Mirza kini diamankan pihak polisi.

Kasus ini terangkat lantaran desakan massa, terutama sejak aktivis bernama Teuku Zulkhairi mengirimkan surat pembaca ke harian Serambi Indonesia yang berjudul "Akun Facebook 'Mirza Alfath' Menghina Islam". Di dalam artikel tersebut ia memuat beberapa fakta bahwa Mirza sudah sering melakukan penghinaan terhadap agama Islam.

Menanggapi kasus tersebut, aktivis Wahyudi Jafar dari Elsam (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat) menilai bahwa kritikan Mirza sebenarnya tidak masalah karena bahasanya tidak menyudutkan seseorang, tokoh agama atau anutan agama tertentu. 

"Dia hanya memberikan kritik terhadap kebijakan, tapi kembali lagi, mungkin standar di Aceh berbeda. Moral publik tergantung dari masyarakat lokal," tuturnya ketika dihubungi Liputan6.com, Jumat (23/11/2012).

Dalam Article 19 tentang hak-hak sipil dan politik, lanjut Wahyudi, itu dijelaskan bahwa yang menjadi batasan adalah moral publik. "Perlu dilihat lagi apakah ia terkena UU ITE atau KUHP. Biasanya dari kasus-kasus yang ada, itu dikenakan atas tuduhan syiar kebencian", jelasnya lagi.

Di satu sisi kebebasan berekspresi itu dilindungi, di sisi lain Mirza juga terancam jika dianggap melakukan syiar yang meresahkan. Menurut Wahyudi, ada beberapa ancaman terhadap kebebasan berekspresi di internet, salah satunya adalah ancaman kriminalisasi.

"Ada esensi yang terkait dengan agama, ada perlindungan-pelindungan di sana. Mirza sah-sah saja membuat komentar di Facebook. Tapi kan ada self-sensorhip, apakah komentar itu akan membuat permasalahan di publik atau tidak", terangnya.

Sampai berita ini diturunkan, Mirza memang belum dikenakan pasal apapun. Ia hanya dituntut untuk minta maaf lewat media massa dan tidak mengulangi perbuatannya.

Berikut ini adalah salah satu tulisan Mirza di Facebook, yang diposting pada tanggal 3 Juli 2012:
 
"Hukum Syariah jelas banyak sekali kelemahan dan kekurangan, ia sudah tidak layak lagi dipertahankan bagi manusia modern dan masyarakat maju. Hukum syariah hanya cocok pada jamannya ketika manusia masih minim ilmu pengetahuan. 

Salah satu kelemahan syariah Islam adalah bahwa hukum-hukumnya tidak pernah memperkenankan 'bukti-bukti lapangan' dan ilmu pengetahuan dalam mengambil keputusan hukum, ia hanya bersandar pada saksi-saki yang ter-reputasi, misalnya dalam kasus pemerkosaan, “korban harus membawa 4 orang saksi yang melihat langsung untuk menjatuhi hukuman kpd tersangka ".

Sementara dalam kasus perzinahan, perempuan hamil cukup dijadikan bukti perzinahan telah terjadi untuk di rajam (meskipun hukum rajam sendiri tidak diatur dalam Al-Quran). Adakah keadilan dalam hukum Allah yang katanya Maha Adil itu?"  (dew)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini