Sukses

Turki Minta Twitter Bangun Kantor, Dicurigai Untuk Membatasi

Sebelumnya Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan pernah menyebut Twitter sebagai "momok menakutkan".

Jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter merupakan salah satu sarana efektif untuk menyuarakan aspirasi atau protes kepada pemerintah. Sepertinya ini juga dipahami oleh Pemerintah Turki, negara yang saat ini sering dilanda gelombang protes menentang pemerintahan.

Dilansir dari laman BBC, Jumat (28/6/2013), Pemerintah Turki pun meminta Twitter untuk membangun kantor di negaranya. Dengan demikian perwakilan Twitter bisa dengan mudah ditemui. Tentu ini menimbulkan kecurigaan ada upaya Pemerintah Turki untuk mengendalikan Twitter.

Sebab sebelumnya Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan pernah menyebut Twitter sebagai "momok menakutkan". Dilansir dari laman DW, bahkan Erdogan pernah menyebut Twitter sebagai "pemicu utama kerusuhan" dan "sesuatu yang menjengkelkan bagi masyarakat".

Lalu apa tanggapan pemerintah Turki? Menteri Transportasi dan Komunikasi Binali Yildrim pun memberikan jawaban.

"Saat kami meminta informasi, kami ingin bertemu seseorang di Turki yang bisa menyediakan ini," kata Yildrim. "Perlu ada seorang yang menjembatani saat kami mengajukan keluhan dan yang bisa membenarkan kesalahan jika itu memang ada".

Twitter tak mau memberikan tanggapan atas permintaan Pemerintah Turki. Tapi BBC menyebut seorang sumber yang dekat dengan Twitter mengatakan tak ada rencana jejaring sosial berbasis 140 karakter itu untuk membuka kantor di Turki.

Facebook Tak Bermasalah

Sebenarnya bukan hanya Twitter yang tak punya kantor di Turki. Facebook pun demikian. Meski begitu Facebook punya staf yang berbasis di London untuk menangani secara spesifik urusan dengan Pemerintah Turki.

"Facebook telah bekerja sama dan koordinasi dengan Pemerintah Turki selama beberapa lama. Kami tak punya masalah dengan mereka," ucap Yildrim.

Facebook dan Twitter sama-sama populer di Turki. Keduanya juga digunakan untuk ajang aksi protes terhadap pemerintah. Sebab media utama di Turki saat ini dianggap tak memberikan tempat untuk pemberitaan protes.

Tapi jika Pemerintah Turki meminta data terkait pelaku protes, maka Facebook akan menolak untuk memberinya. Sebelumnya Facebook telah menutup sejumlah halaman terkait aktivitas di Turki. Tapi alasannya karena "profil yang digunakan palsu".

"Secara umum kami menolak semua permintaan data yang diajukan otoritas Turki dan mendorong mereka untuk menggunakan saluran legal jika ada yang merupakan ancaman terhadap nyawa atau terhadap anak-anak," demikian pernyataan Facebook, dilansir dari BBC. (gal/*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini