Sukses

Microsoft Akan Peringatkan Pengguna yang Dimatai-Matai Pemerintah

Microsoft mengikuti jejak Facebook, Google, Twitter, serta Yahoo yang sudah memberlakukan kebijakan tersebut

Liputan6.com, Jakarta - Microsoft dikabarkan akan berencana memperingatkan pengguna layanan penyimpanan online dan email miliknya yang diduga kuat sedang disusupi oleh penyerang dengan dukungan pemerintah.

Sebelumnya, Microsoft sudah memberikan peringatan serupa, namun tanpa informasi mengenai kemungkinan pelaku serangan. Dan, kali ini perusahaan tersebut akan memberitahu pengguna apabila sebuah serangan diduga kuat berasal dari pihak yang disponsori negara.

Kendati demikian, Microsoft tidak mengungkapkan latar belakang perubahan kebijakan ini. Namun, langkah ini dilakukan untuk memberi tahu pengguna jika ada kemungkinan aksi ancaman keamanan privasi yang disokong pemerintah.

"Microsoft mengambil langkah ini untuk karena serangan dari penyusup yang disokong oleh pemerintah biasanya lebih canggih dan bertahan lama ketimbang dari pelaku kriminal siber atau lainnya," ujar Scott Charney, Microsoft Corporate Vice President, dalam blog-nya, seperti dikutip dari laman Wall Street Journal, Jumat (1/1/2016.

Perubahan kebijakan keamanan ini akan berlaku untuk seluruh akun termasuk layanan email Outlook.com dan penyimpanan awan Microsoft, OneDrive. Namun, Charney menjelaskan bahwa dengan adanya notifikasi ini bukan berarti sistem Microsoft telah disusupi.

Lebih lanjut Charney menuturkan bahwa informasi spesifik mengenai penyerang termasuk metodenya tidak akan dimunculkan dalam notifikasi tersebut. Namun, ia menegaskan jika sebuah serangan diduga kuat berasal dari pihak yang disokong negara, Microsoft akan segera memperingatkan pengguna tersebut.

Untuk itu, Charney juga menyarankan beberapa langkah yang dapat dilakukan pengguna layanan Microsoft untuk menjaga datanya tetap aman. Salah satunya adalah menggunakan password yang kuat dan verifikasi yang menyertakan kode keamanan tambahan di luar password.

Sebenarnya, Microsoft bukanlah perusahaan pertama yang pertama kali memberlakukan kebijakan ini. Sebelumnya, perusahaan lain seperti Facebook, Twitter, Google, serta Yahoo sudah memberlakukan kebijakan serupa.

Namun, memang semua perusahaan tersebut tidak mengungkapkan negara mana yang diduga kuat melakukan hal tersebut.

(Dam/Cas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.