Sukses

Mantan Petinggi Sebut Facebook Bikin Kecanduan seperti Heroin

Menurut presiden pertama Facebook, Sean Parker, Facebook telah memanfaatkan celah psikologi manusia.

Liputan6.com, Jakarta - Facebook diakui telah menjelma menjadi raksasa media sosial saat ini. Dengan beragam fitur anyar, media sosial itu sudah memiliki 2 miliar pengguna aktif bulanan hingga saat ini.

Kendati demikian, kesuksesan tersebut ternyata tak dirasa memuaskan bagi sebagian orang yang bergabung saat awal terbentuknya Facebook.

Bahkan, salah satunya mengaku menyesal telah ikut mengembangkan media sosial itu. Adalah Sean Parker, mantan presiden Facebook yang baru-baru ini mengaku dalam sebuah wawancara. 

Dalam wawancara itu, ia tak segan menyebut Facebook telah memanfaatkan celah pada psikologi manusia. Bahkan, ia mengatakan media sosial ini telah membuat penggunanya kecanduan.

Alasannya, Facebook telah berkembang dengan cepat dan mengubah hubungan yang dilakukan dalam masyarakat.

Salah satu penyebabnya adalah unggahan yang mendapatkan beragam like atau komentar, telah menjadi semacam dopamin bagi pengguna.

Hal itu tak mengherankan, sebab Facebook didesain untuk itu. Jadi, media sosial tersebut selalu mencari celah agar pengguna dapat menghabiskan sebanyak mungkin waktunya di layanan tersebut.

"Para pencipta, kreator--seperti aku, Mark (Zuckerberg), dan Kevin Systrom (Instagram), seluruh orang ini sebenarnya mengetahui hal tersebut. Dan kami tetap melakukannya," tuturnya, seperti dikutip dari Axios, Minggu (12/11/2017).

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tak hanya Sean Parker

Selain Parker, salah satu sosok penting yang turut mengembangkan tombol "Like" di Facebook juga mengaku sudah tak lagi mengakses aplikasi media sosial itu. Mantan software engineer Facebook, Justin Rosenstein yang memilih hal tersebut.

Menurut Rosenstein, ia telah melepaskan diri dari seluruh notifikasi aplikasi yang ada di perangkatnya, tak terkecuali Facebook. Ia melakukan hal itu agar dirinya tak kecanduan aplikasi-aplikasi tersebut.

Ia percaya, godaan untuk menggunakan media sosial dan aplikasi lain setara dengan kecanduan heroin. Bahkan, hal itu berdampak pada kemampuan seseorang untuk fokus.

Upayanya menghalau segala macam godaan aplikasi memang terbilang luar biasa. Pria jebolan Stanford University ini memblokir akses ke Reddit, tak lagi menggunakan Snapchat, dan sedikit sekali mengakses Facebook.

"Semua orang terganggu, sepanjang waktu. Karenanya, penting bagi kita untuk membicarakan hal ini, mengingat kita mungkin generasi terakhir yang dapat mengingat kehidupan sebelum aplikasi," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Dampak negatif Facebook

Sekadar informasi, sejumlah studi telah menunjukkan dampak negatif keseringan bermain Facebook. Studi dari Nottingham Trent University menyebut komunikasi digital ternyata membawa emosi negatif.

Kesimpulan studi itu menyebutkan komunikasi digital menyebabkan seseorang merasa bermusuhan, kesal, gugup, takut, atau malu. Dalam studi ini, para peneliti memanfaatkan aplikasi yang sudah didesain khusus.

Tak hanya itu, sebenarnya ada beberapa dampak negatif akibat terlalu sering bermain Facebook. Salah satunya adalah informasi pribadi dapat dengan mudah ditemukan oleh pencari tenaga kerja dan bisa berdampak pada penilaian.

Saat pengguna terlalu banyak menghabiskan waktu di Facebook, mereka lebih sering melihat unggahan milik orang lain.

Alih-alih menyenangkan, tak jarang unggahan orang lain justru membuat pengguna memiliki sifat cemburu hingga membandingkan kehidupan pribadinya dengan orang lain

Hal ini tentu berpotensi menyebabkan stres berat dan depresi. Pada titik tertentu, mereka berhenti berinteraksi dengan banyak orang yang ada di dunia nyata dan memilih terus terhubung dengan sesama pengguna Facebook.

Saksikan Video Pilihan Berikut: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.