Sukses

Mendunia, Buzzer Indonesia Men-Tweet untuk Uang

Reuters menyebut buzzer adalah akun Twitter yang memiliki lebih dari 2000 follower dan men-tweet untuk uang. Seperti apa aksinya?

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan pengguna Twitter terbesar di dunia. Ternyata hal ini dimanfaatkan juga sebagai lahan untuk 'cari duit'. Caranya, tentu saja dengan melakukan tweet berbayar, dan pelakunya dikenal dengan sebutan "buzzer".

Kabar ini ternyata menarik minat Reuters untuk memberitakan mengenai aksi para buzzer, yang Liputan6.com kutip hari ini, Jumat (23/8/2013). Dalam tulisannya, Reuters menyebut buzzer adalah akun Twitter yang memiliki lebih dari 2000 follower dan men-tweet untuk uang.

Sejumlah perusahaan dan biro iklan berusaha membayar para pengguna Twitter yang sudah populer untuk menjangkau konsumen yang berusia di bawah 30 tahun. Setidaknya pada buzzer mendapatkan minimal US$ 21 per tweet, atau setara Rp 250 ribu per tweet. Tapi tentu saja tak semuanya merupakan selebriti, orang biasa pun bisa menjadi buzzer.

Biasanya para buzzer ini mengirim pesan yang mempromosikan brand atau produk tertentu kepada follower mereka. Biasanya tweet berbayar ini dilakukan pada jam sibuk, antara 7 hingga 10 pagi atau 4 sore hingga 8 malam. Dengan kemacetan yang melanda Jakarta, tentu saja banyak audiens yang memiliki waktu untuk menggunakan perangkat mobile miliknya untuk Twitter.

"Orang Indonesia senang chat, senang berbagi. Kami merupakan komunitas yang dikendalikan budaya. Bagi kami sangat mudah untuk mengadaptasi media sosial karena itu merupakan saluran untuk mengekspresikan opini," kata Nanda Ivens, Kepala Operasional XM Gravity Indonesia, unit pemasaran digital yang merupakan salah satu bagian dari raksasa iklan berbasis di London, WPP Group.

Tentu saja tweet akan dibuat sangat personal. Jika seseorang menyukai fotografi, tentu saja menjadi sasaran bagi perusahaan kamera.

Tapi cara ini dipermasalahkan Thomas Crampton, Direktur Media Sosial untuk perusahaan iklan Ogilvy yang berbasis di Hong Kong. Menurut Crampton, para buzzer itu hanya memberikan dukungan kepada suatu produk berdasarkan uang semata.

"Ini tidak transparan bagi orang yang membaca feed Twitter itu, karena mereka dibayar. Itu tidak begitu jujur," kata Crampton.

"Follower akan melihat orang itu bisa 'dibeli'. Ini seperti bicara ke teman yang dibayar, kemudian a) Anda tidak akan menganggap orang itu sebagai teman Anda. b) Anda tidak akan percaya kepada mereka," tutur Crampton.

Efektif?

PT Nestle Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang memanfaatkan Twitter untuk memasarkan produknya. Ada dua artis yang menjadi brand ambassador untuk Nestle, yaitu aktor Nicholas Saputra dan penyanyi Raisa. Keduanya tentu saja ikut men-tweet untuk mempromosikan produk Nestle, terutama pengalaman saat berada di perkebunan kopi di Sumatra.

Tapi ada juga sejumlah buzzer yang melakukan retweet atas tweet yang ditulis Nicholas dan Raisa. Nestle sendiri mengaku punya ukuran agar cara ini bisa sukses.

"Kami punya pendekatan kuantitatif, yaitu jumlah follower, jumlah like (di Facebook), dan jumlah orang yang mengklik (tautan yang disertakan)," kata Patrick Stillhart, Kepala Bisnis Kopi di PT Nestle Indonesia. "Tapi bagaimana cara mengaitkan itu ke brand dan penjualan? Tentu masih masih meninggalkan tanda tanya," lanjut dia.

Nestle mengaku menggunakan media sosial untuk lebih dari selusin brand. Sekitar 15 persen anggaran iklan pun dipilih Nestle untuk disalurkan ke media digital. Hal yang sama pun dilakukan perusahaan lain. Misalnya saja Unilever Indonesia.

Tapi tak semua tweet berjalan mulus. Prabowo misalnya, yang bercerita tentang tweet yang seharusnya dilakukan untuk promosi produk Android. Tapi sialnya, tweet itu dilakukan dari BlackBerry atau perangkat iPhone. Tentu pesan yang ingin disampaikan menjadi gagal, karena follower bisa melihat dari perangkat apa tweet itu bisa ditulis.

Kesalahan juga diakui pernah dilakukan stand up comedian Ernest Prakasa. Ketika itu Ernest mempromosikan salah satu produk mobil Mini Cooper.

"Ada video viral. Idenya adalah, saya harus berpura-pura terkunci di kontainer selama beberapa jam dan saya kabur menggunakan mobil itu. Saya diminta untuk akting diculik," kata pemuda berusia 30 tahun itu, yang disebut bisa menghasilkan Rp 7 juta untuk 10 tweet.

Tapi banyak yang tak menyangka kalau itu hanya akting. Banyak teman Ernest yang me-retweet. Mereka pun marah saat menyadari kalau itu hanya gimmick untuk iklan sebuah mobil.

"Saya dimarahi, dituduh hanya mencari sensasi. Saya hanya punya sekitar 15.000 follower jadi tak menyangka itu akan menjadi besar. Tapi saya belajar saat kekacauan semacam itu terjadi, tetaplah diam. (Kekacauan) itu tak akan berlangsung lebih dari dua hari. Hal yang baru akan muncul dan orang akan melupakan itu," ujar Ernest. (gal)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.