Sukses

PK Mantan Dirut IM2 Indar Atmanto Ditolak, PWI Geruduk MA

PK Indar Atmanto yang ditolak oleh MA akan berpengaruh pada 300 penyelenggara jasa internet (ISP) di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto.

Keputusan MA tersebut disayangkan sejumlah pihak, salah satunya adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) DKI Jakarta. PWI kemudian langsung melakukan kunjungan ke MA untuk meminta kejelasan kasus tersebut.

Rombongan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Kehormatan PWI DKI Jaya Kamsul Hasan. Ia mengatakan, PK Indar Atmanto yang ditolak oleh MA akan berpengaruh pada 300 penyelenggara jasa internet (ISP) di Indonesia.

“Para penyelenggara jasa internet merasa ketakutan. Sebab mereka bisa bernasib sama seperti Pak Indar. Jika mereka dihukum seperti Pak Indar, maka Indonesia terancam blank spot, tidak ada jaringan internet. Apalagi, sekarang mereka mengancam akan mematikan internet,” kata Kamsul melalui keterangan resminya, Kamis (5/11/2015).

Kamsul juga menjelaskan, dampak dari PK Indar ditolak juga akan berpengaruh pada perekonomian di Indonesia.

“Coba bayangkan kalau Indonesia tidak ada internet. Wartawan tidak bisa bekerja, bank tidak bisa online, bahkan pesawat juga terancam tidak terbang. MA seharusnya berpikir sampai ke situ,” ucapnya di Mahkamah Agung, Jakarta.

Di kesempatan itu, Kamsul mengatakan pihaknya mendukung penuh upaya pembebasan Indar Atmanto agar kembali dapat menunaikan tugasnya, baik sebagai penasehat maupun keahlian di bidang teknologi dan informasi.

“Kami sangat berharap rekan Indar Atmanto dapat aktif kembali dan berkarya bagi kepentingan masyarakat luas, yang masih membutuhkan khususnya di bidang internet,” pungkasnya.

Sebelumnya, PK Indar Atmanto ditolak MA. Putusan ini memperkuat vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan hukuman delapan tahun penjara dalam kasus korupsi penggunaan frekuensi 2,1 GHz/3G.

"Menolak permohonan kuasa pemohon Dodi Kadir atas termohon Indar Atmanto," tulis putusan tersebut sebagaimana dilansir panitera MA.

Putusan tersebut diketok oleh Hakim Agung Mohammad Saleh yang juga Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, dengan anggota Majelis PK yang terdiri dari Abdul Latief dan Hakim Agung HM Syarifuddin. Vonis ini dibacakan pada 20 Oktober lalu dalam nomor perkara 77 PK/Pid.Sus/2015.

Dalam kasus IM2 ini, Indar Atmanto disangkakan melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang berbunyi barang siapa melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang mengakibatkan kerugian Negara.

Sebelumnya, dalam sidang pengajuan PK beberapa waktu lalu, Indar mengajukan adanya dua putusan MA yang saling bertentangan, novum berupa Hasil uji lapangan Balai Monitor, Kominfo, Surat Dirjen Postel tentang penetapan kode akses 814 kepada Indosat, dan inkrachtnya Putusan PTUN.

Selain itu Indar juga mengajukan sejumlah kekhilafan hakim pada putusan pengadilan sebelumnya. Selain PWI, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) juga bereaksi dengan menggelar konferensi pers di kantor pusat Indosat, Jakarta.

Tak hanya mereka, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pun tiba-tiba muncul dalam konferensi press tersebut yang berlokasi di kantor pusat Indosat, Jakarta.

"Sebetulnya saya cuma mau mengambil dokumen saja ke sini (Indosat). Lalu, saya diajak ke mari untuk menyampaikan beberapa kata. Pada intinya begini, kami selaku pemerintah serius menangani kasus tersebut," kata Rudiantara.

Menurut dia, kasus yang menimpa Indar Atmanto dapat mengubah tatanan bisnis model industri telekomunikasi yang sudah ada di Indonesia. Artinya, ini akan berdampak pada iklim usaha. Apalagi industri telekomunikasi dinilai menjadi penggerak sektor-sektor industri lainnya.

(isk/dew) 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini