Sukses

Pemilik Paten 4G LTE Khoirul Anwar Terinspirasi dari Antena TV

Pria yang kini menjadi asisten profesor di JAIST ini merupakan dosen yang turut berperan dalam pengembang 4G, khususnya dengan teknik 2 FFT.

Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi 4G LTE saat ini secara bertahap sudah mulai diperkenalkan ke banyak wilayah di Indonesia.

Layanan internet yang menawarkan pengalaman lebih baik ketimbang pendahulunya, HSUPA, HSDPA, dan 3G ini secara bertahap mulai hadir di banyak wilayah di Tanah Air.

Namun, tahukah Anda bahwa pengembangan teknologi 4G ternyata ada campur tangan seorang peneliti asal Indonesia, yaitu Khoirul Anwar. Pria asal Kediri tersebut berhasil mendapatkan paten atas teknologi dua Fast Fourier Transform (FFT).

Tim Tekno Liputan6.com berkesempatan melakukan wawancara singkat dengan Khoirul Anwar.

Dalam wawancara tersebut, Khoirul menuturkan latar belakang dirinya mulai terjun ke dunia teknologi komunikasi. 

Terinspirasi Yagi-Uda array antenna

Latar belakang Khoirul menempuh pendidikan di bidang elektro-telekomunikasi ternyata cukup menarik. Pilihan Khoirul mengenyam pendidikan di jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung tak lepas dari teknologi antena yang kala itu menjadi insipirasinya.

"Saya terinspirasi dengan antena UHF yang dipakai TV di pedesaaan, yang disebut Yagi-Uda array antenna," ujar Khoirul.

Bermula dari inspirasi itu, Khoirul kemudian ingin menemukan teknologi bidang telekomunikasi yang juga bermanfaat untuk seluruh masyarakat, termasuk pedesaan.

Selepas lulus dari ITB, Khoirul kemudian mulai tertarik mempelajari capacity limit dalam telekomunikasi yang diperkenalkan oleh J.C. Shannon, yakni Shannon Limit dengan Formula C=B log2 (1+SNR).

Sebagai catatan, C adalah capacity, B adalah Bandwidth, dan SNR merupakan rasio power sinyal dan power noise.

Dari situ, Khoirul kemudian mempertanyakan apakah limit tersebut sulit dicapai atau bahkan dilampaui.

Mengingat Shannon mengasumsikan kondisi paling ideal ada pada saat simbol acak yang bisa dideteksi. Namun, ilmuwan saat ini baru membuat simbol yang 'agak' acak.

Baru di 2001, dengan bantuan super komputer, Shannon Limit berhasil didekati dan riset mengenai formula tersebut bisa dianggap selesai.

Khoirul sendiri pada 2012 mendekati limit dari capacity multipoint ini sekitar 0,1 dB hanya dengan teknik yang sederhana, yaitu memory-1 convolutional codes.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Selanjutnya

Berawal dari Dragon Ball

Selain berhasil mendekati limit dari capacity multipoint, pada tahun 2005, Khoirul juga pernah mengembangkan ide lain menggunakan dua Fast Fourier Transform (FFT). Tak hanya itu, ia juga berkeinginan menyelesaikan masalah peak power, dan mendapatkan frequency diversity.

Sebelumnya, pada tahun 2005, teknologi untuk itu memakai cyclic prefix. Namun, teknologi itu merugikan karena wajib dikirimkan untuk mendapat cirxulant channels.

Di sisi lain, apabila dihapus, semua sinyal akan rusak karena terjadinya interfensi antar simbol. Terlebih jika digunakan untuk broadband communications (yakni kecepatan tinggi sampai 100Mbps).

Lalu, Khoirul pun menggunakan konsep menyerap energi di sekitarnya, mirip dengan genki dama (bola semangat)--dari serial anime Dragon Ball.

Ia pun bisa merekonstruksi semua kerusakan tadi dengan hasil hampir sempurna. Tak hanya itu, teknologi tersebut juga bisa diaplikasikan untuk sistem komunikasi dengan kecepatan teoretis 30 ribu km/jam, yakni sekitar 1/10 kali kecepatan cahaya. Namun, ia mengungkapkan akan sangat sulit untuk ikut dalam `kendaraan` secepat itu.

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Bukan penemu 4G

Khoirul menambahkan bahwa salah satu penelitiannya tentang FFT telah dipatenkan pada 2005 dan 2006.

Terkait teknologi 4G, Khoirul menyatakan bahwa sebenarnya ia hanya mengerjakan konsep dasar, dengan membuat sistem komunikasi baru yang menggunakan dua FFT. Sebab, sebelumnya tidak ada orang yang mengusulkan desain tersebut.

Meskipun pada awalnya gagasan itu kurang mendapat tanggapan positif dari para ilmuwan, Khoirul ketika itu sudah memiliki argumen dan teknik tersendiri agar gagasan tersebut dapat menyelesaikan masalah yang muncul dengan penggunaan dua FFT.

Selain telah dipatenkan pada 2006, paper Khoirul tersebut juga mendapatkan penghargaan Best Paper di California, Amerika Serikat. Baru di 2007 atau 2008, muncul standar 4G yang menggunakan konsep dua FFT.

"Klaim paten saya adalah semua teknologi wireless yang menggunakan dua FTT. Jadi saya senang karena selama ini saya benar, teknik dua FFT ini memang bagus," ujar Khoirul.

Lalu, pada awal 2010, teknik dua FTT menjadi standar internasional ITU. Oleh sebab itu, Khoirul Anwar menegaskan bahwa dirinya tidak mengklaim sebagai penemu 4G. Namun, teknologi 4G bisa diklaim untuk membayar royalti, terutama 4G yang menggunakan dua FFT.

(Dam/Isk)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini