Sukses

Lebih Dekat dengan Daeng Soetigna, Tokoh Google Doodle Hari ini

Google Doodle memperingati Daeng Soetigna pengubah tangga nada pentatonis pada angklung menjadi diatonis. Siapa sebenarnya pria ini?

Liputan6.com, Jakarta - Pada Jumat (13/5/2016), Google memajang tokoh Indonesia Daeng Soetigna untuk doodle hari ini. Dalam Google Doodle tersebut, tampak pria yang biasa disapa Pak Daeng ini sedang bermain angklung bersama dengan dua anak kecil.

Sementara itu, tulisan Google pun dibuat menyerupai potongan-potongan bambu yang digabungkan. Sedangkan pada keterangan foto, tertulis keterangan Hari Lahir Daeng Soetigna ke-108.

Sebenarnya siapa Pak Daeng yang hari ini jadi tokoh Google Doodle?

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tekno Liputan6.com dari berbagai sumber, pria kelahiran Garut pada 13 Mei 1908 ini merupakan seorang guru yang terkenal sebagai pencipta angklung diatonis.

Karya ini dianggap merupakan pendrobrak tradisi, sebab alat musik angklung yang mulanya menggunakan tangga nada pentatonis diubah menjadi diatonis.

Angklung bernada pentatonis hanya mampu memainkan lima nada, sehingga biasa digunakan untuk memainkan alunan musik Sunda maupun Jawa.

Setelah diubah jadi diatonis, angklung jadi memiiki tujuh nada yang berjarak satu dan setengah nada atau yang biasa dikenal dengan do-re-mi-fa-so-la-si-do.

Dengan temuan Pak Daeng inilah, angklung jadi bisa digunakan untuk memainkan berbagai macam lagu, hingga ke lagu-lagu mancanegara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Karir Daeng Soetigna

Pria yang lahir di Garut ini rupanya bukan orang sembarangan. Ia merupakan keturunan bangsawan Sunda, sehingga memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan Belanda.

Pada 1915-1921, Pak Daeng bersekolah di HIS Garut sebagai murid angkatan kedua. Kemudian, ia melanjutkan Sekolah Raja (Kweekschool) Bandung pada 1922 dan pada 1923, Kweekschool diubah menjadi HIK. Ia lulus tahun 1928.

Begitu lulus, Pak Daeng langsung menjadi guru. Tidak berhenti belajar, di usianya yang ke-45 bapak tujuh anak ini melanjutkan pendidikan kursus B-1 yang setara dengan D-3. Selanjutnya di tahun 1955 ia dikirim bersekolah di Teacher College Australia sebagai salah satu kontingen dalam program Colombo Plan.

Kariernya sebagai guru pun terus berlanjut. Tahun 1956 saat pulang dari Negeri Kangguru, Pak Daeng diangkat menjadi konsultan pengajaran seni suara di SGA 2 Bandung, SGA Kristen Jakarta, SGA 1 Yogyakarta, SGA Balinge, dan SGA Ambon.

Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Jawatan Kebudayaan Jawa Barat di tahun 1957 dilanjutkan dengan jabatan sebagai Kepala Konservatori Karawitan Bandung. Kemudian, di tahun 1964, Pak Daeng menjalani masa pensiun dari pegawai negeri sipil.

Meski begitu, ia tetap mengajar sekaligus mengembangkan angklung. Ia melatih di berbagai kelompok angklung, perkumpulan ibu-ibu militer, serta suster di gereja.

Atas jasa mengubah nada angklung pentatonis ke diatonis inilah Pak Daeng juga sempat mendapat penghargaan Satya Lencana Kebudayaan dari presiden RI kala itu. Angklung yang bernada pentatonis besutan Pak Daeng pun diberi nama Angklung Pandaeng.

Daeng Soetigna meninggal dunia di usia 75 tahun di Bandung. Meski sudah meninggal, dia masih menerima penghargaan dari berbagai pihak.

(Tin/Cas)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini